Jakarta, Harian Umum - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno disarankan menggugat Ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) Kartini Mulyadi karena tidak mau mengembalikan uang pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) sebesar Rp191 miliar yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta pada 204, saat gubernur Jakarta dijabat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Keputusan Kartini itu menunjukkan kalau dia memang tidak berniat menyelesaikan kasus ini dengan cara kekeluargaan seperti yang ditempuh Sandi. Ya sudah, digugat saja, diselesaikan secara hukum," ujar Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/12/2017).
Pengamat kebijakan publik ini mengingatkan, kasus ini, juga kasus-kasus lain yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat mengaudit laporan keuangan Pemprov DKI, seperti pembelian lahan Pemprov di Cengkarang, Jakarta Barat, untuk dibangun rumah susun, harus dituntaskan jika Sandiaga dan Gubernur Anies Baswedan ingin laporan keuangan pemerintahannya mendapatkan penilaian WTP (wajar tanpa pengecualian) dari BPK.
"Temuan yang juga harus dituntaskan Anies-Sandi adalah aset Pemprov senilai Rp10 triliun yang tercatat di BPAD (Badan Pengelola Aset Daerah), namun tak jelas berada dimana, dan aset senilai Rp5,8 triliun tapi hanya dicatat Rp5,8 miliar," imbuh Amir.
Pegiat LSM senior ini meyakini kalau ada kerugian daerah dalam kasus-kasus ini, dan khusus untuk kasus pembelian lahan RSSW, ia mendesak KPK untuk meneruskan kembali kasus ini karena tak mungkin tidak ada niat jahat dalam transaksi beraroma korupsi itu, dan jangan dipetieskan.
Seperti diketahui, pada 2014 Ahok membeli lahan RSSW seluas 3,64 hektare dengan harga Rp775 miliar. Dari hasil audit BPK diketahui kalau terjadi mark up nilai jual objek pajak (NJOP) lahan itu saat transaksi dilakukan, sehingga Pemprov DKI berpotensi mengalami kerugian sekitar Rp191 miliar.
Kasus ini kemudian dilaporkan LSM ke KPK, namun hasil penyelidikan kasus ini oleh lembaga antirasuah itu mengejutkan, karena KPK menyatakan tidak ditemukan adanya niat jahat Ahok saat membeli lahan itu, sehingga penanganan kasus ini kemudian lenyap begitu saja, dan Ahok dapat tetap menghirup udara bebas karena tidak ditetapkan sebagai tersangka, apalagi ditahan.
KPK bergeming dari keputusannya meski kemudian dibully habis-habisan oleh warganet, didemo sejumlah elemen masyarakat, dan dikritik bahkan oleh para pakar hukum pidana.
KPK juga bergeming meski kemudian muncul bukti baru yang mengindikasikan kalau memang ada niat yang sangat jahat dalam pembelian lahan RSSW itu. Sebab, Kartini mengaku kalau ia hanya menerima Rp335 juta dari harga beli tanah itu yang sebesar Rp775 juta. Lembaga antirasuah yang saat ini dipimpin Agus Rahardjo itu bahkan sama sekali tidak mengejar kemana larinya selisih uang Rp400 juta yang notabene uang APBD itu.
Petunjuk kalau Kartini tidak bersedia mengembalikan dana pembelian lahan RSSW sebesar Rp191 miliar, antara lain diketahui dari keterangan Sandi pada 29 November 2017 silam.
"Seperti kita ketahui, menagih sudah dijawab tidak bersedia. Sedangkan membatalkan pembelian lahan itu kan tidak bisa sepihak," ujar Sandi kepada wartawan di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Penolakan YKSW untuk mengembalikan uang itu didasari alasan kalau seluruh proses jual beli lahan itu dengan Pemprov DKI, telah sesuai aturan yang berlaku. (rhm)