Jakarta, Harian Umum - Relawan Pro Jokowi (Projo) pada 1-2 November 2025 menggelar kongres ke-3 di Jakarta, dan kabarnya Presiden Prabowo Subianto bakal hadir..
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah mengingatkan Prabowo agar sebaiknya tidak menghadiri kongres tersebut, karena berpotensi menimbulkan risiko yang akan merugikan dirinya sendiri.
“Kalau Presiden Prabowo hadir, bisa saja dipolitisasi oleh Projo bahwa organisasi relawan Jokowi itu masih punya pengaruh kuat dan dukungan dari orang nomor satu di Indonesia,” kata Amir kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Ia juga mengingatkan Prabowo agar kebijakan untuk menghadiri kegiatan politik Ormas yang memiliki afiliasi dengan pemerintahan sebelumnya, harus dianalisis dari sisi manfaat strategis dan potensi risiko politik.
Dalam konteks ini, kata dia, manfaat Prabowo menghadiri kongres Projo itu kecil, sementara risikonya besar, karena bisa menimbulkan kesan Prabowo sedang mencari legitimasi dari jaringan lama yang sudah kehilangan relevansi politik pasca-Pemilu.
Amir menilai, Projo bukan lagi kekuatan signifikan dalam dinamika pemerintahan baru. Posisi mereka telah bergeser dari kelompok relawan menjadi bagian dari struktur kekuasaan lama.
“Projo sudah menjadi bagian dari sistem lama, bahkan Budi Arie kini diindikasikan terlibat dalam praktik yang melindungi judi online dan mendapat keuntungan dari situ. Kalau Prabowo datang, itu bisa dianggap sebagai bentuk pembenaran terhadap jaringan yang sedang bermasalah secara moral dan hukum,” tegas Amir.
Kehadiran Prabowo di acara semacam itu, lanjut Amir, justru bisa mengganggu konsolidasi internal kabinet dan pemerintahan barunya. Dalam situasi pasca-transisi kekuasaan, setiap langkah simbolik Presiden memiliki bobot strategis yang besar —termasuk pilihan hadir atau tidak hadir di sebuah forum publik.
Dari kacamata geopolitik, menurut Amir, Prabowo harus menjaga keseimbangan dan fokus pada penguatan legitimasi internal pemerintahan, bukan pada relawan masa lalu. Ia harus berdiri di atas semua golongan, bukan terlihat dekat dengan satu kelompok politik tertentu.
Amir juga menegaskan, setiap momentum publik dapat menjadi “panggung pengaruh” bagi pihak-pihak yang ingin menunggangi kekuasaan. Karena itu, absen strategis kadang justru lebih kuat secara makna politik dibanding hadir simbolik.
“Tidak hadir di Kongres Projo bukan berarti memusuhi, tapi langkah cerdas untuk menghindari jebakan politik simbolik. Pemerintahan Prabowo harus menunjukkan kemandirian dari bayang-bayang Jokowi dan jaringan relawannya,” pungkas Amir. (rhm)







