Jakarta, Harian Umum - Sejumlah tokoh nasional membentuk Kelompok Kerja Tetap (Pokjatap) Kembali ke UUD 1945.
Tokoh-tokoh yang tergabung dalam kelompok ini merupakan tokoh-tokoh yang selama ini concern pada tuntutan agar pemerintah kembali memberlakukan UUD 1945 asli yang telah diamandemen hingga empat kali pada rentang 1999-2002, sehingga melahirkan UUD baru yang oleh pemerintah tetap disebut UUD NRI (Negara Republik Indonesia) 1945.
Padahal, UUD hasil amandemen itu disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002, sementara UUD 1945 yang asli ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1955.
Tokoh yang masuk Pokjatap di antaranya Muhammad Hatta Taliwang yang juga didapuk sebagai ketuanya, danAstrianti Purwantini sebagai sekretaris
Nama lain yang masuk di antaranya MS Kaban, Mayen Pur Prijanto Soemantri, dan belasan lainnya.
"Nama tokoh-tokoh pejuang kembali ke UUD '45 yang belum terakomodir di Pelindung/Penasehat akan disusulkan. Semua tokoh akan disurati resmi untuk mohon kesediaan menjadi Pelindung/ Penasehat POKJATAP ini," kata Hatta seperti dikutip dari siaran tertulisnya, Selasa (12/11/2024).
Berikut beberapa agenda yang akan dilakukan Pokjatap Kembali ke UUD 1945 asli:
1. Menyosialisasiksn tulisan tentang alasan mengapa harus kembali ke UUD '45, termasuk sosialisasi dampak buruk amandemen UUD '45.
2. Menyosialisasiksn pandangan Prabowo dan Partai Gerindra tentang UUD '45 dan isi buku PARADOKS INDONESIA yang ditulis Pranowo ya g berkaitan dengan UUD '45.
3. Melakukan konsolidasi dengan tokoh-tokoh, kelompok-kelompok, Ormas, BEM, akademisi, partai-partai dan lain-lain untuk menggalang sebanyak-banyaknya dukungan untuk Kembali ke UUD '45
4. Mendalami semua masukan dan karya yang sudah dilakukan oleh para pendahulu dalam perjuangan kembali ke UUD 45 seperti dari DPD RI, PPAD; FOKO, GSNKRI, G-45, dan lain-lain.
6. Mendukung MAKLUMAT JOGJAKARTA yang dipelopori Jenderal (Purn) TNI Tyasno Soedarto tentang Kembali ke UUD '45.
Seperti diketahui, amandemen UUD 1945 telah mencerabut bangsa Indonesia dari akar budaya dan jatidirinya sebagaimana yang telah dirangkum dan dirumuskan para pendiri bangsa dalam Pancasila dan UUD 1945, karena amandemen itu menggantinya dengan ideologi dan budaya liberal dan kapitalisme Barat
Bahkan, konsep amandemen itu konon diduga berasal dari Amerika Serikat, dan tanpa didahului adanya naskah akademis.
Menurut Guru Besar Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. DR. Kaelan, MS, amandemen itu mengubah 97% UUD 1945 dan hanya menyisakan pembukaannya, sehingga Aktivis Kebangsaan dr. Zulkifli S Ekomei meyakini kalau UUD 1945 bukan diandemen, melainkan diganti sesuai keinginan Amerika melalui antek-anteknya di Indonesia, termasuk yang duduk di MPR pada saat amandemen dilakukan.
Dampak penggantian UUD 1945 sangat luar biasa, karena seperti pada mekanisme Pemilu langsung misalnya, mahalnya biaya kampanye memberi peluang kepada para bohir untuk menjadi penyandang dana kampanye yang akan ditebus si calon yang terpilih dengan kompensasi yang membuat dirinya terbelenggu dan dikendalikan para bohir saat berkuasa..
Karenanya, tak mengherankan saat Jokowi menjadi presiden dua periode (2014-2019 dan 2019-2024) kebijakan-kebijakan Jokowi tidak pro rakyat karena lebih untuk mengakomodir para bohir itu yang berkelompok menjadi oligarki.
Maka, tak mengherankan kalau di era Jokowi lahir UU Omnibus Law Cipta Kerja, UU Omnibus Law Kesehatan dan UU Minerba yang menuai protes rakyat.
Penggantian UU 1945 dengan UUD 2002 yang oleh pemerintah tetap disebut UUD NRI (Negara Republik Indonesia) 1945 itu juga telah memindahkan kedaulatan dari tangan rakyat ke tangan Parpol, sehingga hanya ketua umum Parpol yang punya kewenangan untuk menentukan siapa yang bisa mengikuti Pemilu, tentu dengan imbalan berupa uang (mahar) atau lainnya. Rakyat dipaksa memilih yang telah ditetapkan Parpol, meski tidak sreg dengan satupun calon yang diusung Parpol.
Karenanya, tak heran jika setiap menjelang Pemilu, terutama Pilpres atau Pilkada, selalu terdengar ada yang berkata begini: "kita pilih calon yang mudharatnya lebih sedikit". (rhm)