Jakarta, Harian Umum - Ekonom senior Awalil Rizky mengatakan, dalam empat tahun terakhir (2020-2023) realisasi anggaran pendidikan dalam APBN melanggar amanat UUD 1945.
Pasalnya, pasal 31 Ayat (4) UUD) 1945 mengamanatkan alokasi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD.
Ketentuan ini juga dinyatakan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di mana pasal 49 ayat (1) UU ini juga menyatakan bahwa alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD.
Hal itu diungkap Awalil dalam diskusi publik bertajuk Anggaran Pendidikan dalam APBN yang diselenggarakan Bright Institute secara daring, Selasa (10/9/2024).
"Hasil kajian Bright Institute menemukan adanya kecenderungan anggaran pendidikan tidak optimal direalisasikan sejak tahun 2020, dan melanggar UUD 1945," kata Awalil seperti dikutip dari siaran tertulisnya.
Ia menyebut, pada tahun 2020 alokasi anggaran pendidikan hanya sebesar 18,25%, sementara pada tahun 2021 sebesar 17,21%, pada tahun 2022 sebesar 15,51%, dan pada tahun 2023 sebesar 16,45%.
Meski demikian ia.menyebut, dari anggaran yang dialokasikan itu, yang tidak mencapai 20% dari APBN/APBD, realisasinya pun tidak mencapai 100%.
"Sebagai contoh, tahun 2023 dianggarkan Rp624,25 triliun, tetapi realisasi hanya Rp513,39 triliun atau 82,24% ," katanya.
Pada tahun 2021 dan 2022, lanjut dia, realisasi juga kurang dari 90%, karena hanya 87,20% (2021) dan 77,30% (2022).
"Pada tahun 2024 yang sedang berjalan, diprakirakan (realisasi) hanya kisaran 80%," sambungnya.
Yang mengejutkan, Awalil mengatakan bahwa hasil kajian Bright Institute bahkan menemukan sebagian pos atau numenklatur anggaran pendidikan memang dirancang untuk tidak direalisasikan.
"Sekurangnya tidak akan direalisasikan secara penuh," kata dia.
Ekonom ini memaparkan contoh yang menyolok, yakni alokasi melalui belanja pemerintah pusat bagian belanja Non Kementerian/Lembaga atau Bendahara Umum Negara. Dari alokasi anggaran sebesar Rp75,58 triliun dari APBN 2023, yang terealisasi hanya Rp2,76 triliun, atau hanya 3,65%.
Kemudian alokasi melalui Pembiayaan sebesar Rp Rp69,5 triliun dari APBN 2023 yang direalisasikan hanya Rp20 triliun atau 28,78%.
"Realisasi pada tahun-tahun sebelumnya pun sangat rendah, yaitu: 43,67% (2021) dan 17,04% (2022). Pada tahun 2024 yang sedang berjalan pun diprakirakan hanya kisaran 38,75%," imbuh Awalil.
Menurut dia, Anggaran Pendidikan melalui Pembiayaan bersifat investasi, terutama kepada beberapa Dana Abadi di Bidang Pendidikan.
Selain Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan, ada Dana Abadi Pesantren, Dana Abadi Penelitian, Dana Abadi Kebudayaan, dan Dana Abadi Perguruan Tinggi.
"Alokasi kepada lembaga tersebut umumnya terealisasi pada tiap tahun anggaran. Namun, sejak tahun 2019 hingga saat ini terdapat pos pembiayaan pendidikan. Pos ini sebenarnya bersifat cadangan, tetapi nilainya melonjak drastis pada tahun 2020 sampai dengan 2024," katanya.
Namun, lanjut Awalil, realisasi pembiayaan pendidikan hampir selalu nol persen atau tidak direalisasikan. Nilainya sebesar Rp97,38 triliun pada 2022 dan Rp49,5 triliun pada 2023. Sedangkan pada 2024 berjalan dialokasikan sebesar Rp52 triliun.
Bright Institute menyarankan agar pihak berkepentingan melakukan gugatan atas realisasi Anggaran Pendidikan dalam APBN tahun 2021-2023.
"Realisasi APBN yang dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) ditetapkan oleh DPR sebagai Undang-Undang. Undang-Undang mestinya bisa diuji ke Mahkamah Konstitusi," pungkasnya. (rhm)