Jakarta, Harian Umum - Pada pertengahan Juli 2017 lalu, pemerintah secara resmi menyerahkan draf Perpu Ormas ke pimpinan DPR. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Perpu harus mendapatkan persetujuan dari DPR untuk bisa menjadi Undang-Undang (UU). Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR RI fraksi Partai Gerindra Riza Patria mengatakan pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan akan dilakukan pada masa sidang periode ini. Ia mengatakan surat dari pemerintah terkait Perpu Ormas tersebut sudah diterima pimpinan DPR.
"Surat dari pemerintah sudah masuk ke pimpinan DPR, pimpinan juga sudah rapat dengan Badan Musyawarah," kata Riza di gedung Parlemen, Selasa, 22 Agustus 2017.
Riza menjelaskan rekomendasi Badan Musyawarah DPR, pimpinan secara resmi telah menyerahkan pembahasan ke Komisi II atau Komisi Pemerintahan. Pihak internal telah memutuskan jadwal rapat terkait Perpu Ormas.
"Kami sepakat untuk menyelesaikan pembahasan Perpu Ormas dalam masa sidang ini, cuma tanggalnya belum diputuskan," kata dia.
Di Informasikan sejumlah kelompok masyarakat saat ini juga masih berupaya untuk membatalkan Perppu Ormas melalui jalur permohonan uji materi di Mahkamah Konstitusi. Riza menambahkan, sikap dari partainya tetap menolak Perpu Ormas tersebut.
"Gerindra konsisten bahwa Perpu Ormas bertentangan karena kewenangan pengadilan diambil pemerintah. Ini yang keliru, bahkan dulu waktu revisi ormas ini, NU dan Muhammadiyah saja menolak, pasti sekarang akan lebih lagi," ujar Riza.
Ramai-ramai organisasi Organisasi Keagamaan, Gugat Perppu Ormas
Juru Bicara Front Pembela Islam ( FPI) Munarman bersama empat Organisasi Keagamaan menggugat sejumlah pasal yang ada dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan ( Perppu Ormas). Keempat organisasi tersebut adalah Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Yayasan Forum Silaturahmi Antar Pengajian Indonesia, Perkumpulan Hidayatullah, dan Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia.
Para pemohon mengajukan uji materi Pasal 1 angka 6 sampai 23, Pasal 59 ayat 4 huruf c, Pasal 62 ayat 3, Pasal 80A, Pasal 82A ayat 1 dan ayat 2 Perppu Ormas.
Dalam sidang perbaikan permohonan yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (22/8/2017), para pemohon meminta hakim konstitusi agar membatalkan berlakunya pasal Pasal 1 angka 6 sampai 23, Pasal 62 ayat 3, Pasal 80A, Pasal 82A ayat 1 dan ayat 2 Perppu Ormas.
"Pasal 1 angka 6 sampai dengan . . . bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," kata Kapitra Ampera, selaku kuasa hukum Para Pemohon di persidangan.
Sementara, pada Pasal 59 ayat 4 huruf c, para pemohon lebih spesifik menyoroti frasa "atau paham lain" yang bertentangan dengan Pancasila.
Pemohon meminta frasa "atau paham lain" dalam pasal tersebut dihapuskan, sebab berpotensi merugikan hak konstitusional para pemohon. Menurut pemohon, pemerintah melalui penerbitan Perppu telah mengesampingkan asas due process of law dan mengambil alih peran lembaga yudikatif dalam menilai suatu ormas layak dibubarkan atau tidak.
Selain itu, para pemohon juga mempersoalkan pembentukan Perpu.
Menurut para pemohon, penerbitan Perppu Ormas tidak dalam keadaan genting yang memaksa. Ditemui usai persidangan, Kapitra mengatakan, penerbitan Perppu Ormas telah mengebiri hak warga negara.
"Ada hak lain yang terkebiri, kebebasan berserikat dan berkumpul itu universal sifatnya. Itu tidak boleh dikebiri oleh kekuasaan apapun," kata dia.
Perpu Ormas juga sudah digugat oleh sejumlah pihak.
Lima permohonan gugatan lainnyaa teregistrasi dengan nomor perkara 38/PUU-XV/2017, 39/PUU-XV/2017, dan 41/PUU-XV/2017, 48/PUU-XV/2017, dan 49/PUU-XV/2017.