Jakarta, Harian Umum - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memeriksa Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Asip, terkait pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang.
Menurut Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin, pemeriksaan dilakukan pada Kamis (30/1/2025) di Kantor Kantor Pusat Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
"Pada 30 Januari 2025, KKP telah memanggil Kepala Desa Kohod untuk dimintai keterangan," ujar Doni kepada Kompas.com, Jumat (31/1/2025).
Selain Kades Kohod, menurut Doni, pada hari yang sama KKP juga memeriksa 13 orang nelayan.
Pemeriksaan merupakan bagian dari proses penegakan sanksi administratif sesuai kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2021, PP Nomor 85/2021, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31/2021.
Selain itu, pemeriksaan yang dilakukan pada Kamis kemarin merupakan pengembangan dari pemeriksaan terhadap dua perwakilan nelayan dari Jaringan Rakyat Pantura (JRP) pada tanggal 21 Januari 2025.
"KKP menegaskan bahwa seluruh proses ini dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku guna memastikan ketertiban dan ketaatan pengelolaan ruang laut yang berkeadilan," kata Doni.
Diakui, hasil pemeriksaan akan dipelajari dan dikembangkan untuk pemanggilan pihak lainnya.
Sebelumnya, pada tanggal 22 Januari 2025 saat Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid meninjau pagar laut yang berada di Desa Kohod, ia berdebat dengan Arsin karena Kades Kohod ini ngotot bahwa area di mana agar laut berdiri, dulunya merupakan empang yang kemudian mengalami abrasi menjadi laut.
Nusron tak percaya begitu saja, akan tetapi juga tak mau berdebat lebih jauh. Namun, dia mengatakan akan memeriksa dokumen-dokumen untuk memastikan klaim Arsin tereebut.
Hingga kini KKP mengklaim belum tahu pagar itu milik siapa, meski Jaringan Rakyat Pantura (JRP) sempat mengklaim kalau mereka yang membangun pagar itu, akan tetapi publik pun tak percaya karena pagar itu membentang hingga 30,16 kilometer, sehingga diperkirakan dibutuhkan biaya minimal Rp1,5 miliar untuk membuatnya, sementara JRP diketahui merupakan masyyyang berprofesi sebagai nelayan. (man)