Jakarta, Harian Umum - Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mau tak mau harus memberi klarifikasi terkait terbitnya Hal Guna Bangunan (HGN) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) laut di sekitaran pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten.
Pasalnya, HGB dan SHM itu terbit di era pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, dan AHY menjadi Menteri ATR/BPN pada era itu.
"Saya tidak tahu, saya tidak tahu dan tentunya ini sudah terjadi sebelumnya untuk yang HGB itu kan, 2023. Dan sekali lagi karena itu sudah keluar, saya masuk kan 2024," kata AHY di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (21/1/2025), sebagaimana dilansir kompas.com.
AHY mengakui, ketika menjabat Menteri ATR/BPN, tidak semua sertifikat dia review satu per satu. Kecuali jika ada laporan yang disampaikan masyarakat maupun pihak manapun, karena sertifikat tanah yang diterbitkan kementerian sudah sangat banyak.
"Oleh karena itu, tentu kita juga mengapresiasi jika ada ternyata hal-hal yang dianggap tidak pas di masa lalu, karena sekali lagi berbicara lahan, tanah, dan juga tata ruang ini kan seluruh Indonesia. Apalagi yang sudah diputuskan di masa lalu, tentu kalau tidak ada laporan, tidak ada temuan, tidak mungkin satu per satu kita cek, seperti itu. Nah justru kita melihat ini sebagai bentuk keterbukaan," imbuh putra sulung Presiden RI ke-6 Soesilo Bambang Yudhoyono itu.
Lebih lanjut AHY menuturkan, pihaknya sudah mendapat penjelasan mengenai sertifikat pagar laut dari Menteri ATR saat ini, Nusron Wahid. Kini, kata dia, masalah itu masih terus diinvestigasi untuk ditindaklanjuti lebih lanjut.
"Ini sedang diinvestigasi, sedang diinvestigasi dan tentunya kita ingin mengetahui seperti apa duduk permasalahannya, kronologisnya seperti apa," tegas dia.
Seperti diketahui, pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang telah lama dikeluhkan nelayan setempat karena mempersulit mereka dalam mencari ikan di laut. Mereka bahkan pernah melaporkannya ke Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang pada Agustus 2024.
Namun, respon dinas kurang memuaskan, sehingga seiring berjalannya waktu, pagar laut yang terbuat dari bambu itu mencapai panjangnya yang sekarang, yakni 30,16 Kilometer. Pagar itu membentang memasuki 16 kelurahan dalam enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Anehnya, ketika akhirnya pemerintah pusat bereaksi melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), baru ketahuan kalau pagar itu tidak berizin dan kementerian , juga pihak Pemkab Tangerang, termasuk Dinas Kelautan, pihak kecamatan dan kelurahan, mengaku tak tahu pagar itu siapa yang membangun, dan kemudian ada sekelompok nelayan yang menamakan diri Jaringan Rakyat Pantura mengaku sebagai pihak yang membangunnya.
Namun, ketika dipanggil KKP untuk dimintai keterangan, mereka tak kunjung datang.
Akhirnya, oleh KKP pagar laut itu disegel, dan oleh TNI AL dibongkar tanpa koordinasi dengan KKP, sehingga KKP memprotes dan mengingatkan bahwa pagar itu barang bukti dan tak boleh dibongkar. Akibat protes itu, pembongkaran tidak dilanjutkan meski pagar yang dibongkar telah sepanjang sekitar 2 kilometer.
Belakangan ketahuan kalau di area laut disekitar pagar itu ternyata telah dikavling-kavling karena telah dimiliki beberapa perusahaan dan perseorangan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Lengkapnya, yang berstatus HGB sebanyak 263 bidang di mana 234 bidang di antaranya atas nama PT Intan Agung Makmur, dan 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa. Sisanya milik perseorangan.
Sementara yang berstatus SHM sebanyak 17 bidang.
Berdasarkan penelusuran BBC News Indonesia melalui situs Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum diketahui kalau dua perusahaan pemilik HGB secara langsung dan tidak langsun dimiliki PT Agung Sedayu dan sejumlah entitas lain, yang dikendalikan keluarga konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan.
Sebelumnya, melalui akun X-nya, Said Didu mengatakan HGB itu dimohonkan pada tahun 2021, akan tetapi.dibuat seolah-olah diajukan pada tahun 1980an, dan HGB terbit tahun 2023.
"Terima kasih Bpk Menteri ATR/KaBPN utk terus ungkap kasus pagar laut. Info yg saya dapat :
1) pengajuan hak tanah di laut Kohod terjadi 2021, tapi direkayasa gnkn segel 1980an.
2) rakyat kohod tahu bhw yg disertifikat adlh laut.
3) pengalihan hak ke PT dan penerbitan HGB 2023," kata Said Didu seperti dikutip Rabu (21/1/2025).
(rhm)