Jakarta, Harian Umum- DPRD DKI Jakarta menargetkan untuk segera mengesahkan Perda tentang Corporate Social Responsibility (CSR) demi mencegah terulangnya kasus pembangunan yang cenderung melanggar peraturan sebagaimana yang pernah dilakukan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Kita sudah usulkan ke eksekutif agar menyusun Raperda CSR itu dan diserahkan ke DPRD. Kalau hingga beberapa bulan ke depan draft itu belum juga diserahkan, maka akan menjadi hak inisiatif DPRD untuk membuatnya," ujar Wakil Ketua Fraksi Hanura DPRD DKI Jakarta, H Syarifuddin, kepada wartawan di gedung Dewan, Jakarta Pusat, Senin (21/1/2019).
Ia mengakui kalau pengesahan ini urgent untuk mencegah terjadinya kembali pembangunan dengan menggunakan dana CSR yang tidak dimasukkan dahulu ke kas daerah, seperti yang terjadi di zaman Ahok.
Kala itu dana CSR masuk ke Yayasan Ahok, dan kemudian digunakan untuk membangun simpang susun Semanggi, Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), Waduk Pluit, dan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Marunda untuk merelokasi warga yang tergusur akibat pembangunan Waduk Pluit, namun tanpa dilaporkan dan dicatatkan di kas daerah, sehingga berapa banyak dana CSR yang masuk ke yayasan itu, dan berapa biaya yang dihabiskan, hingga kini tidak diketahui dan masih misteri.
Meski demikian Syarifuddin mengatakan bahwa apa yang dilakukan Ahok itu tidak sepenuhnya salah.
"Karena dia punya hak melakukan diskresi," kata wakil ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI Jakarta itu.
Seperti diketahui, pada 2012 Ahok mendirikan Yayasan Ahok Centre dan yayasan itu kemudian diketahui mendapatkan dana CSR hingga triliunan dari 18 perusahaan, di antaranya Asuransi Jasindo, PD Pembangunan Sarana Jaya, PT Barito Pasific, PT Landmark, dan PT Jeunesse Global Indonesia.
Oleh Ahok, dana itu tidak dilaporkan ke kas daerah, tapi langsung digunakan untuk membangun simpang susun Semanggi, RPTRA, membangun Waduk Pluit dan Rusunawa Marunda. Belum diketahui berapa banyak uang dana dari CSR yang digunakan untuk pembangunan-pembangunan itu, namun dana pembangunam simpang susun Semanggi diketahui sebesar Rp345,067 miliar.
Berbeda dengan Syarifuddin, anggota BK DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Panji Virgianto Sedyo Setyawan mengatakan, alasan Ahok melakukan hal itu karena memiliki hak diskresi adalah tidak tepat, karena sesuai peraturan perundang-undangan, diskresi dilakukan bila dalam kondisi mendesak atau darurat.
"Tapi ketika Ahok melakukan pembangunan-pembangunan itu, Jakarta tidak dalam kondisi medesak atau darurat," katanya.
Ia bahkan melihat bahayanya cara Ahok membangun dengan dana CSR, yakni karena dibangun dengan uang swasta, dan karena dana yang digunakan juga tidak tercatat di kas daerah, maka yang dibangun Ahok itu bukan milik Pemprov DKI. Apalagi kalau apa yang sudah dibangun itu belum diserahterimakan ke Pemprov.
"Maka, kalau perusahaan-perusahaan pemberi CSR itu ingin memasukkan orang ke Rusunawa yang mereka bangun, itu sah-sah saja karena Rusunawa itu mililnya," kata dia.
Anggota Komisi B ini juga sependapat bahwa Perda CSR harus segera disahkan pada tahun ini.
"Karena urgent," tegasnya. (rhm)