Jakarta, Harian Umum - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi pada tahun 2024 ini di Indonesia diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2025, terutama untuk industri padat karya seperti industri manufaktur dan pengolahan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengakui lonjakan jumlah karyawan yang PHK sedang menjadi tren yang mengkhawatirkan di sejumlah provinsi di Indonesia, seperti Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah.
Salah satu faktor utama penyebab PHK adalah tekanan pada sektor ekspor, terutama akibat melemahnya permintaan dari China, Amerika Serikat, dan Eropa.
"Jika situasi memburuk dari sisi ekspor, kita akan melihat lebih banyak tekanan di sektor-sektor padat karya," kata Bhima seperti dilansir kumparan, Senin (30/9/2024).
Selain masalah ekspor, ia juga menyoroti tingginya suku bunga perbankan yang meskipun sudah mengalami penurunan, tetap memberatkan para pengusaha.
Kondisi ini membuat pengusaha harus membayar biaya bunga yang tinggi dalam jangka waktu lama
"Sehingga memperburuk kondisi keuangan mereka," imbuh Bhima.
Kenaikan biaya bahan baku, kata Bima, juga menjadi salah satu penyebab PHK. Begitupula dengan ketidakpastian hukum di Indonesia yang membuat para pelaku usaha, terutama di sektor padat karya, merasa tidak nyaman dan kurang percaya diri untuk melanjutkan operasi bisnis.
"Transisi pemerintahan yang saat ini sedang berlangsung, juga membuat banyak investor yang menunggu kepastian kebijakan dari pemerintahan baru, khususnya terkait susunan kabinet dan arah kebijakan ekonomi. Hal ini menyebabkan investasi tertahan dan berdampak pada penyerapan tenaga kerja," katanya.
Hal senada dikatakan Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada, Tadjudin Nur Effendi.
Ia juga mengatakan bahwa PHK akan terus meningkat hingga akhir 2024. Sektor manufaktur dan media akan menjadi dua sektor yang paling terdampak.
"Banyak industri manufacturing yang juga akan paham. Juga industri media. CNN itu katanya sudah di dalam beberapa waktu nanti akan ada sekitar 300 orang, INews juga seperti itu. Jadi nambah," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat hampir 53 ribu karyawan di-PHK pada Januari hingga September 2024.
Menurut Tadjudin, angka PHK saat ini masih kecil, karena dia memproyeksi hingga akhir 2024 korban.PHM bisa mencapai 100 ribu.
“Menurut hemat saya 53 ribu kecil itu. Perkiraan PHK sampai akhir tahun sekitar 100 ribu. Mungkin lebih. Karena ada beberapa hal yang menyebabkan,” katanya..
Menurut Tadjudin, sektor pengolahan, terutama yang terkait dengan produk makanan, otomotif, dan sepeda motor, akan menjadi yang paling terdampak.
Sebab, daya beli kelas menengah menurun, dan ini berdampak langsung pada sektor pengolahan.
"Ketika pasar menurun, produksi juga harus dikurangi. Untuk menekan biaya produksi, banyak perusahaan memilih opsi PHK," jelasnya. (rhm)