Jakarta, Harian Umum - Ekonom Awalil Rizky mengatakan, Prabowo Subianto akan menghadapi tantangan sangat berat setelah dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober 2024.
Ia bahkan mengatakan, jika salah membuat kebijakan ekonomi, apalagi juga jika salah memilih Menteri Keuangan, di tahun pertamanya menjadi presiden (2025), Prabowo dapat membuat Indonesia terjerembab dalam krisis ekonomi.
"Saat ini kondisi ekonomi kita memang belum sampai pada tahap membuat orang mengamuk dan berdampak pada jatuhnya sebuah rezim sebagaimana yang juga terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Indikasinya adalah masyarakat kita memang masih bisa belanja untuk memenuhi kebutuhannya," kata Awalil kepada harianumum.com di Jakarta, kemarin.
Namun, imbuh Awalil, kondisi ekonomi di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang digantikan Prabowo sebenarnya rapuh. Indikasinya antara lain adalah bahwa berdasarkan data BPS, sebanyak 9,48 juta kelas menengah turun kelas menjadi warga kelas bawah pada rentang tahun 2019 hingga Agustus 2024, dan data Kemenaker yang menunjukkan bahwa dari Januari hingga Agustus 2024 ada sebanyak 46.000 lebih karyawan di-PHK.
"Ini data resmi BPS dan Kemenaker lho, ya, rilnya menurut pengamatan saya jauh lebih banyak dari itu," katanya.
Yang juga membuat kondisi ekonomi Indonesia terindikasi kropos, menurut Awalil, dan bahkan membuat Indonesia berada dalam posisi yang berbahaya adalah utang luar negerinya.
Awalil membeberkan, berdasarkan, APBN Kita, per 31 Juli 2024 utang Indonesia mencapai Rp8,502,69 triliun dengan komposisi 87,76% atau Rp7.462,25 triliun dalam bentuk surat berharga negara (SBN) dan 12,24% atau Rp1.040,44 triliun dalam bentuk pinjaman yang terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp39,95 triliun dan.pinjaman luar negeri Rp1.000,49 triliun.
Namun, berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada 31 Desember 2023 diketahui kalau kewajiban (utang) Indonesia ternyata telah menyamai aset yang dimiliki, yakni Rp13.072,80 triliun dengan rincian:
Aset yang terdiri dari:
- Aset lancar Rp894, 41 triliun
- Investasi jangka panjang Rp4.077,23 triliun
- Aset tetap Rp6.964,27 triliun
- Properti investasi Rp104,37 triliun
- Piutang jangka panjang Rp49,19 triliun
- Aset lainnya Rp983,33 triliun
Total nilai aset ini Rp13.072,80 triliun
Sementara untuk kewajiban
- Kewajiban jangka pendek Rp1.092.25 triliun
- Kewajiban jangka panjang Rp8.442,42 triliun
Total kewajiban Rp9.536,68 triliun
Total kewajiban ini ditambah ekuitas sebesar Rp3.536,12 triliun, sehingga total kewajiban dan ekuitas mencapai Rpl3.072,80 triliun.
Dari data LKPP yang diberikan Awalil kepada harianumum.com juga diketahui kalau rasio utang pemerintah atas pendapatan negara meningkat tajam.di era pemerintahan Jokowi, yakni meningkat 168,27% pada tahun 2014 dan meningkat 315,81% pada tahun 2024.
Rasio beban utang atas pendapatan negara juga meningkat tajam di era pemerintahan Jokowi, yakni meningkat 18,99% pada tahun 2014 dan 40,11% pada tahun 2024.
Penarikan utang baru pun salu.lebih besar dari pembayaran (pelunasan) pokok utang, karena harus menutupi defisit dan pengeluaran pembiayaan.
Sebagai contoh, pada tahun 2024 pemerintahan Jokowi melunasi utang pokok sebesar Rp650 triliun, tetapi menarik utang baru sebesar Rp1.235 triliun. Pada tahun 2023, pemerintah melunasi utang pokok sebesar Rp624,31 triliun, tetapi menarik utang baru sebesar Rp1.208,26 triliun.
Pada tahun 2022, pemerintah melunasi utang pokok sebesar Rp519,85 triliun, tetapi menarik utang baru sebesar Rp1.215,86 triliun.
Utang pemerintah itu tidak.produktif jika ditinjau dari sejumlah aspek, yakni:
1. Kenaikan pendapatan negara yang rata-rata lebih rendah dari penarikan utang.
2. Kenaikan nilai aset tetap pemerintah yang selalu lebih redah dari posisi utang, di mana pada tahun 2023 misalnya, kenaikan aset tetap hanya sekitar Rp600 triliun, sementara posisi utang di Rp700 triliun.
3. Posisi investasi di BUMN di.mana pada tahun 2023 misalnya, posisi investasi hanya berada di kisaran Rp3.000 triliun, tetapi posisi utang berada di Rp8.000 triliun.
4. Laju pertumbuhan ekonomi yang rata-rata lebih rendah dari kenaikan posisi utang.
Pada tahun. 2023, laju pertumbuhan ekonomi dan kenaikan posisi utang berada pada posisi sama-sama diangka 5%-an, tetapi pada 2022 dan 2021 misalnya, sementara laju pertumbuhan ekonomi tetap di angka 5%-an, kenaikan posisi utang masing-masing di angka 10%-an dan 12%-an.
"Jadi, kondisi ekonomi kita ini jauh dari baik-baik saja, sehingga kalau kemudian banyak yang jatuh miskin, di-PHK karena perusahaannya melakukan efisiensi atau bahkan bangkrut, ya nggak terlalu mengejutkan. Bahkan kalau tidak ada perubahan dalam.pengelolaab ekonomi ke depan, bisa tambah parah," kata Awalil.
Tak hanya itu, dia juga mengatakan bahwa jika ada pihak asing yang iseng terhadap Indonesia sebagaimana terjadi di 1998, Indonesia akan kembali mengalami krises ekonomi yang akan berkembang pada krisis multidimensi.
"Jangankan itu, kalau setelah dilantik Prabowo salah dalam membuat kebijakan ekonomi, dan salah juga memilih Menteri Keuangan, Prabowo akan menciptakan krisis ekonomi di tahun pertama pemerintahannya (2025)," pungkas Awalil. (rhm)