Jakarta, Harian Umum- Nelayan di Pantai Utara Jakarta yang digusur PT Kapuk Naga Indah (KNI) untuk pembangunan Pulau C, D dan E pada 2014, meminta Gubernur Anies Baswedan menyelesaikan sengketa ganti rugi mereka dengan perusahaan pengembang tersebut.
Pasalnya, meski kasus ini telah dilaporkan ke Biro Hukum DKI pada 2014, tak lama setelah penggusuran, namun hingga kini penuntasan kasus tersebut masih saja menggantung.
"Padahal dampaknya terhadap kami dalam empat tahun ini sangat luar biasa," kata Ade Sukanda, kordinator Forum Nelayan Tradisional (FNT) Kamal Muara, kepada harianumum.com via telepon, Kamis (21/2/2019).
Data menyebutkan, ada empat perkampungan nelayan yang terdampak pembangunan pulau-pulau reklamasi itu, yakni Kamal Muara, Kampung Baru, Dadap dan Muara Angke dengan jumlah warga mencapai sekitar 300 kepala keluarga (KK). Mereka pemilik 3.651 unit usaha kelautan berupa budidaya kerang laut, bagang waring, dan sera, yang musnah karena diurug untuk dijadikan pulau.
Saat penggusuran, terjadi kemelut karena nilai ganti rugi untuk setiap unit bagang waring dan budidaya kerang laut berbeda dengan yang telah disepakati saat pertemuan pada setahun sebelumnya (2013), sehingga 41 KK dengan usaha kelautan mencapai 665 unit, terdiri dari 11 bagang waring dan 644 unit budidaya kerang laut, tak mau mengambil ganti rugi.
Ade menjelaskan, jika mengacu pada kesepakatan 2013, nilai ganti rugi bagang waring Rp11 juta/unit, sedang untuk budidaya kerang laut Rp8.250.000/unit.
"Tapi saat akan pembayaran, nilainya turun menjadi Rp7 juta/unit untuk bagang waring, dan Rp4 juta/unit untuk budidaya kerang hijau. Kami tolak," tegasnya.
Ia mengaku sudah melapor kemana-mana, termasuk ke gubernur yang saat itu masih dijabat Ahok, dan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, tapi cuma dipimpong.
"Karena itu sekarang kami berharap kepada Pak Gubernur Anies Baswesan agar tolonglah laporan kami ke Biro Hukum diselesaikan, karena sudah empat tahun lebih," katanya.
Ade mengakui kalau akibat kasus ini, nelayan yang tidak punya modal seperti dirinya dan juga telah tidak punya usaha, terpaksa bekerja serabutan untuk menyambung hidup. Termasuk dengan menjadi kuli bangunan.
"Kami juga berharap, saat Pak Anies menyelesaikan pengaduan kami, kerugian yang harus kami tanggung selama empat tahun ini karena kehilangan usaha, diperhitungkan," pungkasnya.
Informasi yang bocor ke harianumum.com menyebutkan, laporan FNT Kamal Muara akan dibahas di Biro Hukum, Jumat (22/2/2019) siang, namun anehnya dalam undangan yang disebar, pihak pelapor tidak diundang, karena surat undangan hanya ditujukan kepada walikota Jakarta Utara; Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan; kepala Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup; camat Penjaringan; lurah Kamal Muara dan Dirut PT KNI.
Hingga berita diturunkan, Kepala Biro Hukum DKI, Yayan Yuhanah, belum dapat dikonfirnasi karena saat ditelepon, tidak diangkat. Sementara pesan WhatsApp yang dikirim hanya dibaca. (rhm)