PARTAI GOLKAR tidak boleh diam. Jika tidak melakukan klarifikasi soal FEK, maka berarti ada proteksi.
-------------------------
Oleh: M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaa
Beredar video orang yang mirip dengan FEK yang berstatus tersangka dalam kasus penyerbuan terhadap acara silaturahmi Forum Tanah Air (FTA) di Grand Hotel Kemang pada 28 September 2024.
Ia terlihat berada dalam kegiatan Partai Golkar.
Kehadiran FEK dalam Rapat Pleno Pengurus DPP Partai Golkar pada tanggal 13 Agustus 2024 tersebut menimbulkan pertanyaan serius; siapakah FEK dan apa kedudukannya dalam organ DPP Partai Golkar?
Perlunya klarifikasi Golkar, karena FEK ini yang terlihat membawa pengeras suara dan menjadi Korlap saat penyebuan brutal ke acara FTA. Dia memimpin pasukan bermasker yang mengobrak-abrik ruang acara silaturahmi FTA sambil meminta peserta untuk bubar.
Tanpa menggubris permintaan gerombolan untuk membubarkan diri, para tokoh yang hadir, setelah konperensi oers mengobrol santai dan makan siang. Setelah sholat zuhur, baru bubar dan berpindah tempat.
Sementara gerombolan teroris dipimpin FEK setelah mengobrak-abrik acara FTA, nampak kecewa karena peserta tidak langsung bubar saat dia dan kawan-kawannya berteriak-teriak menuntut pembubaran itu. Secara emosional, anggota gerombolan itu mencederai salah seorang petugas Sekuriti Hotel. Lalu berombongan keluar dan FEK memberi warning kepada Sekuriti Hotel agar tidak ada konflik fisik karena aksi itu ada "perintah langsung".
Sebagai Komandan Lapangan gerombolan teroris, akhirnya FEK dijadikan tumbal untuk ditangkap dan menjadi tersangka. Video penyerbuan dan perampasan berbagai atribut terekam dan viral di berbagai media.
Sebelumnya, di pagar keluar sangat nyata FEK mencium tangan petugas Kepolisian dan berangkulan hangat dengan personil Kepolisian. "Sukses, sukses", katanya.
Untuk sementara bagi gerombolan teroris suasana tersebut membahagiakan.
Kondisi ini akhirnya berubah dan membuat pusing, khususnya setelah video pengrusakan brutal tersiar. Sulit untuk mendapat simpati kecuali kemarahan, rasa muak, dan prihatin.
Kini si Komandan gerombolan terekam ada di acara DPP Partai Golkar. Penting untuk dijelaskan siapa FEK ini, apa benar ia sebagai preman bayaran juga di lingkungan Partai Golkar? Kapan bergabung dengan partai dan sebagai apa? Hal ini penting untuk mendapat klarifikasi agar nama baik Partai Golkar tetap terjaga.
FEK kini menjadi pelaku dari suatu kejahatan politik, sekaligus kriminal.
Bukan hanya lingkungan sekitar Kemang yang tahu, tetapi sudah seluruh Indonesia, bahkan dunia. Wajah FEK ada di mana-mana, dikenal sebagai pelanggar HAM dan perusak demokrasi. FTA adalah organisasi diaspora WNI yang bukan kaleng-kaleng, apalagi kain rombeng. Kumpulan aktivis pegiat kemanusiaan yang peduli dengan masa depan tanah air Indonesia.
Partai Golkar bulan Agustus lalu sudah dipimpin Bahlil Lahadalia, tentu sebagai hasil rekayasa Jokowi. Keberadaan Felick E Kalawali atau FEK pada acara Rapat Pengurus DPP Partai Golkar saat Partai sudah dipimpin Ketua Umum Bahlil. Adakah "perintah langsung" dimaksud Felick atau FEK itu adalah perintah Bahlil? Nah, kini semua menjadi serba mungkin.
Kepolisian tidak perlu menolong FEK dengan menyatakan gerombolan teror perusak dan pelaku persekusi FTA di Kemang dilakukan atas inisiatif sendiri, karena itu irasional dan bertentangan dengan fakta di lapangan yang disaksikan.
Komunikasi Panitia dengan aparat Kepolisian dan Sekuriti Hotel di Lokasi menunjukkan gerombolan pimpinan FEK tidak berdiri sendiri. FEK berdiri di atas kejahatan kerjasama antar pihak. Mungkinkah gerombolan FEK itu gabungan antara preman dengan Polisi yang menyamar?
Partai Golkar tidak boleh diam. Jika tidak melakukan klarifikasi soal FEK, maka berarti ada proteksi. Ketika Partai Golkar melalui Bahlil berada dalam kendali Jokowi, maka kalimat "perintah langsung" dapat dibaca "perintah tidak langsung" dari Jokowi sang pengendali.
Partai Golkar harus ikut membantu menguak misteri kejahatan 28 September 2024 di Kemang. Kejahatan yang melengkapi September kelabu di akhir masa jabatan Jokowi.
Bandung, 1 Oktober 2024