Jakarta, Harian Umum - Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) bersama Aliansi Advokat Bandung Bergerak (AABB), Senin (30/6/2025), melaporkan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro ka Propam Polri.
"Kami melaporkan Djuhandani karena diduga melakukan obstruction of justice (perintangan penyidikan) dalam penyedikan perkara yang kami laporkan ke Bareskrim Polri pada 9 Desember 2024, yakni tentang dugaan ijazah Jokowi palsu," kata Wakil Ketua Umum TPUA Rizal Fadillah usai melapor ke Propam.
TPUA dan AABB tidak hanya berdua saat melapor, karena didampingi oleh emak-emak dari Koalisi Nasional Perempuan Indonesia (KNPRI) dan Aliansi Emak-emak Bergerak Lintas Provinsi.
Rizal menjelaskan, pihaknya menilai Djuhandani, juga penyidik yang menangani laporan TPUA, melakukan obstruction of justice karena perkara yang mereka laporkan ditangani dengan prosedur yang tidak sesuai dengan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum.Acara Pidana) dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
Berikut indikasinya sebagaimana dipaparkan Rizal:
1. Penyelidikan laporan itu hingga dihentikan Djuhandani, yang pengumuman penghentian penyelidikannya dilakukan saat konferensi pers tanggal 22 Mei 2025, tidak melibatkan pelapor;
2. Penyelidikan tidak tuntas karena banyak saksi yang seharusnya diperiksa, tidak diperiksa hingga proses penyelidikan dihentikan dan saat konferensi pers ijazah Jokowi dinyatakan identik dan original alias asli. Saksi dimaksud di antaranya Pakar Digital Forensik Rismon Hasiholan Sianipar, Pakar Telematika Roy Suryo, Dokter Tifauzia Tyassuma, eks asisten dosen UGM Kasmudjo, dan mantan rektor UGM yang juga mantan Mensesneg Pratikno;
3. Saat ijazah Jokowi dinyatakan identik dan asli saat konferensi pers, Djuhandani tidak menunjukkan ijazah Jokowi yang asli, selain ijazah fotocopy yang sama dengan selama ini tersebar di media sosial;
4. Foto pada ijazah Jokowi tidak diuji untuk membuktikan foto siapa sebenarnya di ijazah Jokowi itu, karena secara fisik tidak mirip Jokowi;
5. Cap pada ijazah juga tidak diuji forensik, meski cap itu diduga tidak benar.
6. Rizal mengklaim TPUA punya tiga ijazah pembanding yang disebut-sebut digunakan Dirtipidum untuk membandingkan ijazah Jokowi, dan kemudian dinyatakan identik dan asli.
Namun, setelah dikaji, ijazah bernomor 1115, 1116 dan 1117 itu ternyata tidak identik dengan ijazah Jokowi yang bernomor 1120.
"Ijazah 1115, 1116 dan 1117 ketiganya identik, akan tetapi tidak identik dengan ijazah nomor 1120 milik Jokowi. Kalau Bareskrim mengatakan ijazah Jokowi identik dengan ketiga pembanding itu, identik darimananya?" tanya Rizal.
7. Fontface ijazah dan skripsi Jokowi tidak diuji karena hasil penyelidikan Rismon menunjukkan bahwa fontface pada ijazah dan cover skripsi Jokowi menggunakan jenis huruf Times New Romans yang baru terbit tahun 1992, sementara Jokowi dinyatakan lulus UGM tahun 1985;
8. Perbedaan nama dosen pembimbing skripsi Jokowi yang di skripsi itu disebutkan bernama Prof. Dr. Ahmad Soemitro tidak diuji, meski berdasarkan keterangan anak profesor itu, nama ayahnya adalah Sumitro, bukan Soemitro.
9. Tanda tangan Ahmad Soemitro dengan tandatangan Ahmad Sumitro juga tidak diuji meski orangnya sama, akan tetapi di skripsi Jokowi tanda tangannya berbeda.
10. TPUA mengklaim punya lembar pengesahan skripsi dari mahasiswa yang seangkatan dengan Jokowi (1985), akan tetapi lembar pengesahan itu berbeda dengan lembar pengesahan skripsi Jokowi.
11. Adanya informasi baru dari politisi PDIP Beathor Suryadi bahwa ijazah Jokowi dibuat di Pasar Pramuka, Jakarta Pusat.
"Jadi, kalau Dirtipidum menyimpulkan bahwa ijazah Jokowi identik dan asli, patut diduga itu kesimpulan yang sangat salah," tegas Rizal.
Ia berharap Propam menindaklanjuti laporan.terhadap Djuhandani ini demi menjaga marwah dan citra Polri.
"Kita mau asas equality before the law diterapkan dengan sebenar-benarnya. Jangan karena seorang Jokowi, asas itu diabaikan," pungkas Rizal
Seperti diketahui, pada konferensi pers tanggal 22 Mei 2025, Djuhandani mengatakan, ijazah Jokowi identik dengan tiga pembanding yang merupakan ijazah teman seangkatannya, dan menyatakan bahwa ijazah Jokowi asli.
Dan pada saat itu pula Djuhandani mengatakan, penyidikan atas laporan TPUA dihentikan.
Namun, setelah itu polemik ijazah Jokowi justru semakin liar seiring dengan munculnya fakta-fakta dan informasi, termasuk sebagaimana yang Beathor Suryadi.
Keterangan Djuhandani soal KKN (kuliah kerja nyata) Jokowi saat konferensi pers itupun menjadi polemik, antara lain karena Djuhandani mengatakan Jokowi KKN tahun 1983, akan tetapi Jokowi mengatakan awal tahun 1985. (rhm)