Bogor, Harian Umum - Indonesia Democracy Monitor (Indemo), Rabu (15/1/2025), merayakan hari ulang tahunnya yang ke-25 di Bogor, Jawa Barat, sekaligus memperingati Peristiwa Malari yang ke-75.
Ratusan tokoh dengan berbagai latar belakang hadir, di antaranya ekonom Anthony Budiawan, pakar hukum tatanegara Jimly Asshiddiqie, pakar telematika Roy Suryo, mantan wartawan senior Kompas Jus Soema Dipradja, Muslim Arbi, dan lain-lain.
Dalam sambutannya, Tokoh Gerakan Malari Hariman Siregar menyoroti demokrasi di Indonesia yang justru mengalami kemunduran, dan tak kunjung membuat rakyat sejahtera, apalagi berdaulat.
Padahal, prinsip demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, yang artinya, dalam sebuah sistem pemerintahan yang menganut demokrasi, rakyatlah yang berdaulat.
‘’Demokrasi memang sangat penting pada kehidupan negara kita. Ini terjadi dari waktu ke waktu, semenjak proklamasi kemerdekaan dengan berganti-ganti presiden. Namun, sampai kini demokrasi yang membuat rakyat benar-benar berdaulat dan mendapatkan kesejahteraan sosial masih belum terwujud. Ini karena sampai kini belum ada presiden yang akuntabel,’’ katanya.
Ia.menjelaskan bahwa presiden yang akuntabel adalah seorang pemimpin yang mempunyai sikap bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan. Akuntabel juga berarti melaksanakan tugas dengan jujur, disiplin, dan berintegritas tinggi.
‘’Nah, Presiden Prabowo sekarang dituntut menjadi presiden yang akuntabel tersebut. Jangan lagi terjebak pada sosok presiden-presiden sebelumnya. Dia dituntut mewujudkan hal itu. Tanpa Presiden yang akuntabel, negara kita tidak akan ke mana-mana,’’ imbuhnya.
Ia mengingatkan bahwa kasus Malari pada tanggal 15 Januari 1974 memberikan pelajaran berharga bagi bangsa ini, pelajaran bahwa negara ini membutuhkan presiden yang memiliki akuntabel.
Karenanya, kata dia, konsolidasi harus terus dilakukan, misalnya untuk menjamin tegaknya hukum, keadilan sosial, kehidupan partai politik yang sehat, kebebasan berpendapat, dan kebebasan pers.
"Itulah yang harus terus didorong agar dapat dipegang teguh oleh siapa pun yang jadi presiden di negara ini,' tegas Hariman.
Ia mengakui, segala persoalan dan kendala dalam penerapan demokrasi yang terjadi pada kekuasaan di masa lalu memang harus dibersihkan.
’Misalnya pengaruh mantan Presiden Jokowi, itu harus dibersihkan. Saya tidak ada persoalan pribadi dengan dia, tapi apapun itu dan siapapun dia yang kini jadi presiden, ya membersihkan berbagai persoalan yang terjadi di kekuasaannya. Masalahnya sekarang siapa yang mau dan bisa melakukannya?” tanya dia.
Hariman kembali mengingatkan bahwa demokrasi sangat penting. Maka, harus ada forum-forum yang dibuat agar para kaum muda bisa mendengarkan hal-hal ideal yang dahulu diperjuangkan melalui Malari.
"Saya dekat dengan (Presiden) Suharto dan Habibi, tanggal 20 Oktober 2024 (saat Prabowo dilantik menjadi presiden) dikira Indonesia sudah berubah, tapi Jokowi jahat (karena) sampai detik ini masih cawe-cawe," katanya.
Seperti diketahui ,Peristiwa Malari adalah peristiwa di mana mahasiswa menggelar demonstrasi yang berujung kerusuhan besar pada 15 Januari 1974. Peristiwa ini menewaskan. 11 orang, sementara 137 orang luka-luka dan 750 orang ditangkap.
Peristiwa ini berawal dari rencana kedatangan Perdana Menteri Jepang Tanaka Kakuei ke Indonesia dan juga kisruh investasi asing. (rhm)