Jakarta, Harian Umum-Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Juaini Jusuf mengatakan, pihaknya mengalokasikan anggaran hingga Rp 2,070 triliun untuk penanganan sungai dan drainase dalam rangka penanggulangan banjir di Jakarta. Diketahui, DKI Jakarta mengalokasikan anggaran sekitar Rp 5,297 triliun untuk penanggulangan banjir yang dikerjakan selama tiga tahun dari 2020-2022 yang didapat dari pinjaman dari pemerintah pusat melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sebesar Rp 12,5 triliun.
"Ada tujuh proyek yang bakal dikerjakan dinasnya selama tiga tahun. Di antaranya pembangunan polder pengendalian banjir; revitalisasi pompa pengendali banjir; pembangunan waduk pengendali banjir; peningkatan kapasitas sungai dan drainase kali kewenangan kementerian; pembangunan vertikal drainase; serta sistem informasi penunjang banjir. Dari tujuh program itu, anggaran terbesar ada pada peningkatan kapasitas sungai dan drainase kali kewenangan kementerian sebesar Rp 2,070 triliun,” kata Juaini, di Jakarta, Selasa (18/8).
Dia mengatakan, anggaran itu diprioritaskan untuk pengadaan lahan di lima kali besar di antaranya Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Sunter, Kali Ciliwung dan Kali Jatikramat. Selain itu pemerintah juga membangun turap dan mengeruk endapan lumpur, sehingga debit air yang tertampung bisa lebih banyak lagi.
“Untuk pembebasan kali-kali, merupakan lanjutkan dari yang belum kami bebaskan di lima titik tersebut,” ujar Juaini.
Kemudian untuk proyek terbesar kedua adalah pembangunan enam waduk senilai Rp 880,2 miliar. Rinciannya Waduk Brigif, Waduk Pondok Ranggon, Waduk Lebak Bulus, Wauk Cimanggis, Waduk Rambutan dan Waduk Sunter Selatan.
“Alokasi dana Rp 880,2 miliar untuk melanjutkan pengadaan lahan sebesar Rp 365,2 miliar dan konstruksi waduk Rp 515 miliar,” jelas Juaini.
Juaini mengatakan, selanjutnya untuk proyek terbesar ketiga adalah pembangunan polder pengendalian banjir senilai Rp 786,3 miliar. Duit sebanyak itu digunakan untuk biaya perencanaan Rp 8,3 miliar dan konstruksi polder sebesar Rp 778 miliar.
“Ada delapan polder yang akan dibangun pemerintah di antaranya Polder Muara Angke, Polder Betik Kelapa Gading, Polder Teluk Gong, Polder Green Garden, Polder Mangga Dua, Sub Polder Marunda-JGC, Polder Pulomas dan Polder Kamal,” ungkapnya.
Sementara untuk proyek terbesar keempat adalah pembangunan vertikal drainase senilai Rp 750 miliar. Anggaran sebanyak itu difokuskan untuk melanjutkan pembangunan satu juta sumur resapan di DKI Jakarta.
Pengerjaan sumur ini dimulai pada triwulan ketiga tahun 2020 sampai 2022 mendatang. Targetnya, satu rukun tetangga (RT) terdapat 60 titik sumur resapan.
Rinciannya, 82.020 sumur resapan di 1.367 RT di wilayah Jakarta Pusat, lalu 428.160 sumur resapan di 7.136 RT di Jakarta Timur, 311.940 sumur resapan di 5.199 RT Jakarta Barat dan 364.620 sumur resapan di 6.077 RT di Jakarta Selatan.
“Di wilayah Jakarta Utara kami nggak bisa bangun karena kondisi tanahnya dangkal, jadi saat digali satu meter air muncu ke permukaan,” ucap dia.
Selanjutnya proyek terbesar kelima, dalah revitalisasi pompa kewenangan DKI sebagai pengendali banjir di lima wilayah kota administrasi DKI Jakarta. Setiap tahun anggaran yang dikucurkan sebesar Rp 111 miliar, sehingga total anggaran selama tiga tahun mencapai Rp 333 miliar.
“Per tahun kami anggarkan Rp 111 miliar untuk biaya perawatan pompa dan pintu air, sehingga saat musim hujan turun akan bekerja lebih optimal,” ujarnya.
Berdasarkan catatannya, ada 382 pompa milik Pemprov DKI Jakarta yang tersebar di 148 lokasi. Sedangkan pompa milik pemerintah pusat ada 10 unit yang tersebar di 30 lokasi.
Kata dia, pompa-pompa milik DKI harus direvitalisasi untuk mengantisipasi banjir sebagai dampak pembangunan polder yang belum diselesaikan sampai saat ini. Sebetulnya, DKI berencana membangun polder sejak awal tahun 2020, namun terkendala anggaran karena terkena refocusing penanganan Covid-19.
“Pembangunan polder sebetulnya prioritas kami di tahun 2020, tapi karena terkendala dengan anggaran (refocusing Covid-19) jadi tertunda. Namun untuk mengantisipasi banjir di tahun 2020 ini, kami membeli pompa 19 unit pompa mobile dengan kapasitas 500 liter per detik,” jelasnya.
“Di sisi lain, kami juga harus merevitalisasi pompa, yaitu dengan melakukan servis sehingga bisa mengantisipasi banjir,” tambah Juaini.
Sementara untuk proyek keenam adalah pembangunan tanggul pengaman atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) sebesar Rp 55 miliar. Rinciannya, Rp 50 miliar untuk konstruksi tanggul dan Rp 5 miliar untuk perencanaan.
“Proyek terakhir pembuatan flood supporting information system (sistem informasi penunjang banjir) sebesar Rp 6,05 miliar untuk pembelian alat pengukur debit air, alat ukur curah hujan dan kamera CCTV,” jelasnya.
Dia menambahkan, bila seluruh anggaran ini dipecah selama tiga tahun, biaya terbesar dilakukan pada 2021 mendatang. Rinciannya pada tahun 2020 anggaran dialokasikan sebesar Rp 1,721 triliun, 2021 sebesar Rp 2,832 triliun dan 2022 sebesar Rp 744,3 miliar.
“Dengan demikian bila ditotal secara keseluruhannya alokasi penanggulangan banjir melalui dana PEN (pemulihan ekonomi nasional) dari pemerintah pusat sebesar Rp 5,297 triliun,” katanya. (hnk)