Jakarta, Harian Umum-Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono mengaku khawatir atas meroketnya angka Covid-19 di Jakarta. Sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi, penambahan Covid-19 di Jakarta mencapai lebih dari 6 ribu kasus baru.
"Ini masyarakat kebablasan tidak berdisiplin dalam penerapan protokol kesehatan. Saya kira, anggapan new normal di benak masyarakat selama ini keliru. Mereka menganggap, PSBB transisi ini kembali ke keadaan seperti sedia kala, seperti sebelum pandemi Covid-19 terjadi, padahal bukan," ujar Mujiyono, di Jakarta, Senin (12/7).
Alhasil, katanya, masyarakat secara umum cenderung abai terhadap protokol kesehatan yang terus digemborkan pemerintah. Menurutnya, pelonggaran PSBB harus tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan.
"New normal itu bukan normal. Tapi kondisi kehati-hatian dalam masa pendemi. Masa dimana vaksin belum ditemukan. Dan new normal diterapkan untuk pergerakan ekonomi. Kalau ekonomi aman, bisa saja kemarin pemerintah menerapkan lock down kayak Singapore," katanya.
Di Singapura, ucap politisi Partai Demokrat ini, kondisi ekonomi tidak bergerak selama 3 bulan karena lockdown tidak menyebabkan keuangan negara itu kolaps. Lain halnya dengan Indonesia, saat PSBB diterapkan kondisi keuangan negara langsung terkontraksi.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membeberkan kasus Covid-19 di ibu kota selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Sejak PSBB transisi dimulai dari 4 Juni dan sampai hari Minggu (12/6/2020) ini, tercatat ada 6.748 kasus baru Covid-19.
“Memang (tinggi) karena kita aktif melakukan tracing, dan selama ini (ada) tambah kasusnya tapi positivity rate di bawah lima persen,” kata Anies melalui siaran YouTube Pemprov DKI Jakarta pada Minggu (12/7/2020).
Hal itu dikatakan Anies untuk mengklarifikasi lonjakan kasus Covid-19 harian di Jakarta yang menembus 404 orang pada Minggu (12/7/2020). Kemudian, positivity rate dari pengecekan PCR saat ini mencapai 10,5 persen padahal WHO menyebut standarnya adalah lima persen.
“Artinya meskipun ditemukan (kasus baru) sebutlah 200 orang, tapi 200 orang dari 4.000 tes maka hasilnya hanya lima persen. Berbeda dengan 200 orang dari 1.000 tes, maka hasilnya persen,” ujar Anies.
Menurutnya sejak 4 Juni sampai 12 Juli cluster Covid-19 terbesar adalah pasien rumah sakit. Kisarannya adalah 45,26 persen dari total kasus Covid-19 mencapai 14.361 orang saat ini.
Kemudian yang kedua adalah pasien di komunitas masyarakat sekitar 38 persen, lalu di pasar sekitar 6,8 persen. Selanjutnya dari migran Indonesia 5,8 persen dan sisanya dari perkantoran.
“Saya ingatkan kepada semua 66 persen dari yang kita temukan adalah orang tanpa gejala (OTG). Dia tidak sadar bahwa sudah terekspose (terkena Covid-19),” jelasnya.
“Kalau saja mereka tidak kami datangi untuk melakukan testing, barangkali yang bersangkutan tidak pernah merasa positif. Dia membawa virus Covid-19,” lanjut Anies.
Karena itulah, kata Anies, masyarakat harus waspada terhadap penularan Covid-19. Diperlukan kesadaran diri untuk saling menjaga jarak antar pribadi masyarakat dan menghindari kerumunan.
Beda halnya bila yang positif Covid-19 mengalami gejala sakit seperti batuk, demam, dan flu sampai mereka datang ke rumah sakit. “Jadi saya ingin mengingatkan kepada semua warga Jakarta harus ekstra hati-hati, jangan anggap enteng dan jangan merasa kita sudah bebas dari Covid-19,” jelasnya.
Diketahui, Kasus harian Covid-19 di Jakarta pada Minggu (12/7/2020) berada di angka tertinggi mencapai 404 orang. Secara akumulasi, kasus Covid-19 di Jakarta mencapai 14.361 orang. Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan pada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ani Ruspitawati memaparkan, dari jumlah tersebut, 9.200 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 702 orang meninggal dunia.
“Sampai dengan hari ini kami laporkan, 554 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 3.905 orang melakukan self isolation di rumah,” kata Ani. (hnk)