Jakarta, Harian Umum - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkap kalau Joko Widodo alias Jokowi akan mengganti Indonesia dari negara berbentuk Republik menjadi kerajaan.
Lebih jauh, Jokowi bahkan disebut telah menyeting Pilkada di sejumlah daerah agar dimenangkan oleh calon-calon yang didukung olehnya.
Hal itu diungkap Hasto karena dia mendapat informasi akan dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus yang menurutnya tak jelas. Informasi itu didapat dari Pengamat Militer dan Keamanan Connie Rahakundini Bakrie.
Penetapan tersangka itu atas perintah Jokowi.
"(Saat ini) kita sangat tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena miskin keteladanan, etika dan moral," kata Hasto dalam podcast yang tayang di akun YouTube Akbar Faizal Uncencored seperti dikutip Sabtu (23/11/2024).
Ia menyebut ada dua peristiwa penting yang menyebabkan dirinya kembali ditarget KPK untuk dijadikan tersangka.
Pertama adalah disertasinya di mana di situ dia menyimpulkan bahwa Presiden Jokowi yang seharusnya menjadi simbol kebaikan dan otoritas moral, terbukti secara kualitatif dan kuantitatif menjadi core elemen (elemen inti) dari suatu ambisi kekuasaan yang berpusat pada gabungan antara feodalisme, populism dan machiavellianism dan ini ternyata dijalankan terus.
"Semula orang menyangka sudah selesai ketika saudara Gibran sudah ditetapkan sebagai Wapres, meskipun cara-caranya sangat tidak prosedural, tidak beretika, merusak sistem hukum dan konstitusi kita, bahkan mematikan suatu peradaban demokrasi kita, karena kita menggunakan referensi tentang kehidupan peradaban suatu bangsa yang baik tentang agama, tentang keyakinan-keyakinan pada kebaikan, dan kan ditabrak semua," imbuhnya.
Kedua, lanjut Hasto, karena dalam gelaran Pilkada Serentak 2024, ia melihat bahwa ambisi kekuasaan itu tidak berhenti.
"Kita ini negara berbentuk Republik, bukan kerajaan, tetapi Pak Jokowi mau menerapkan (sistem kerajaan) dengan menempatkan keluarganya itu, kan terjadi dengan Bobi Nasution di Sumatera Utara dan kemudian dengan gerak membatasi lawan-lawan politiknya yang berbeda yang seharusnya berkontestasi secara sehat. Bobi Nasution sama Edy Rahmayadi harusnya berkontestasi dengan sehat, tetapi ada mobilisasi dari apa yang disebut sebagai Partai Coklat," katanya.
Ia kemudian menyinggung Pilkada Jawa Tengah di mana kader PDIP mantan Penglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa bertarung melawan Komjen Pol (Purn) Ahmad Luthfi. Meski tidak menyebut keterlibatan Jokowi dalam.kampanye Luthfi, Hasto mengatakan bahwa seharusnya Luthfi berkontestasi dengan sehat kontra Andika.
Hasto kemudian bergeser ke Pilkada Boyolali di mana adik Devid Agus Yunanto yang bernama Agus Irawan, bertarung sebagai calon bupati. Devid adalah mantan ajudan Jokowi ketika Jokowi masih menjadi walikota Solo.
'Kemudian di Boyolali ada adik dari saudara Devid yang sangat dekat dengan Pak Jokowi, kemudian di Jakarta, ini kan mulai terjadi suatu pengingkaran terhadap bentuk negara Republik (yang) mau diganti seperti sistem kerajaan dengan menempatkan para hulubalang keluarganya, kemudian mereka-mereka yang dianggap dekat mewakili kepentingan politiknya. Jadi, ini ancaman terhadap kedaulatan rakyat, ini tidak berhenti," tegas Hasto.
Sekjen PDIP ini mengaku kalau saat mendapat informasi dari Connie bahwa dia akan dijadikan tersangka oleh KPK, dia sedang melakukan 'pergerakan' di Sumatera Utara bersama Todung Mulya Lubis, Ikrar Nusa Bhakti, dan tokoh-tokoh civil society.
"Dalam pesan itu (informasi akan dijadikan tersangka, red) sangat jelas; sebaiknya saya tidak usah turun ke Sumatera Utara untuk mempersoalkan Bobi Nasution. Jakarta dan Jawa Tengah semua sudah disetting, bahkan ditambah Jogja. Kemudian saya berimajinasi bukan hanya Jogja, (karena) Jokowi kan juga punya orang-orangnya di Jawa Timur," katanya.
Hasto kemudian menyinggung soal Tri Rismaharini yang mencalonkan diri Pilkada Jatim. Ia menyebut, pencalonan Risma di Pilkada itu diganggu Jokowi.
"Kita lihat kepemimpinan Bu Risma hari ini yang sangat fenomenal dengan menutup (lokalisasi) Doli dan sebagainya, Itu pun mencoba dihambat dengan berbagai cara yang sangat luar biasa, dari mematikan jalur logistik hingga berbagai intimidasi-intimidasi yang ternyata masih dipraktikkan," jelasnya.
Hasto untuk mengajak masyarakat untuk menghentikan Jokowi.
"Mari kita jadikan ini sebagai momentum untuk mengingatkan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa ambisi kekuasaan yang menggunakan hukum, yang menggunakan kekuatan logistik yang luar biasa. Jadi, buat apa Pilkada kalau semuanya sudah dicoba untuk disetting, dibuat dengan cara-cara yang sepertinya demokratis, tetapi di dalamnya penuh dengan suatu skenario yang membungkam kedaulatan rakyat," katanya. (rhm)