Jakarta Harian Umum- Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali, kembali membuat kebijakan yang dapat memicu kontroversi di tingkat nasional.
Pasalnya, setelah mengimbau agar pramugari berhijab, kini dia melarang pengusaha salon mempekerjakan waria.
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Instruksi Bupati Aceh Besar Nomor 1 Tahun 2018 tentang Penertiban, Perizinan Terhadap Usaha Pangkas/Salon/Rumah Kecantikan.
Pelanggaran atas larangan ini sangat berat; pencabutan perizinan.
“Ya, betul (saya keluarkan surat itu). Kita akan rapat dulu dengan seluruh camat untuk mendata salon-salon yang berada di wilayah Aceh Besar,” kata Mawardi kepada wartawan, Jumat (9/2/2018).
Ia menambahkan, setelah didata, salon/rumah pangkas/rumah kecantikan akan dimonitoring oleh petugas kecamatan, dan hasilnya dilaporkan ke Pemkab Aceh Besar.
Jika terbukti ada yang melanggar, maka Satpol PP dan Wilayatul Hisbah akan menindaknya.
Seperti diketahui, Nangroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariah Islam di seluruh wilayahnya, termasuk di Kabupaten Aceh Besar, sehingga lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) tidak mendapat tempat di sini.
Saat Mawardi mengimbau agar pramugari berhijab, warga Aceh mendukung karena syariat Islam mewajibkan wanita menutup aurat, namun di tingkat nasional imbauan itu menjadi perdebatan.
Terkait larangan salon mempekerjakan waria, Ketua DPR Kabupaten Aceh Besar, Sulaiman, mendukungnya.
Ia mengakui, salon memang dibutuhkan masyarakat, tapi katanya, pengelolaan bisnis ini tetap harus sesuai koridor syariat Islam, dimana laki-laki dan perempuan tak boleh dicampur
“Yang salah itu ketika salon untuk laki-laki, tapi pekerjanya perempuan. Juga sebaliknya. Apalagi menggunakan jasa waria,“ katanya.
Ia bahkan berharap kebijakan ini bukan hanya sebuah imbauan, namun harus punya gebrakan baru, minimal agar imbauan itu memiliki payung hukum yang kuat.
"Apakah (kebijakan) itu di-qanun-kan (di-Perda-kan), ya kita siap untuk bekerja sama,” tegasnya. (man)







