Jakarta, Harian Umum - MetroTV dilaporkan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena menuding Reuni 212 di Silang Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (2/12/2017), merupakan perayaan kemenangan kaum intoleran.
"Kami laporkan karena MetroTV telah melanggar kode etik jurnalistik, membohongi publik dan menyiarkan keterangan palsu," jelas Ketua Umum DPP Pengusaha Indonesia Muda, Sam Aliano, saat melapor ke KPI, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2017).
Ia menegaskan, Reuni 212 sama sekali bukan perayaan kaum intoleransi karena saat acara itu diselenggarakan, bukan hanya umat Islam yang hadir, namun juga umat dari agama lain seperti tokoh Tionghoa Lieus Sungkharisma (Buddha) dan pengacaranya yang bernama Ine dan beragama Katolik.
Diakui, tayangan MetroTV pada 1 Desember 2017 itu tak hanya membuat dirinya kecewa, marah dan tak terima, namun juga seluruh umat Islam yang menonton tayangan dalam Program Editorial Media Indonesia tersebut, dan hadir saat Reuni 212.
"MetroTV harus membuktikan tuduhan bahwa umat Islam adalah umat yang intoleran dan menunjukkan siapa korbannya," imbuh dia.
Saat melapor, Sam membawa barang bukti berupa flash disc berisi rekaman dari tayangan MetroTV untuk Program Editorial Media Indonesia tersebut yang menyebut bahwa Reuni 212 adalah perayaan kemenangan kaum intoleran, foto screenshoot dari media online MetroTV yang juga menayangkan editorial tersebut, surat pengaduan kepada KPI, dan foto kehadiran dirinya serta Ine saat Reuni 212.
Sam yang datang dengan didampingi Ine dan Lieus juga mengatakan kalau tayangan MetroTV yang ditonton jutaan orang itu membuat dirinya malu karena disebut kaum intoleran, terutma ketika berhadapan dengan karyawan-karyawannya.
Ia bahkan menganggap kalau berita MetroTV itu berita yang memecah masyarakat.
"Karena itu kami minta KPI bertindak tegas dan ngasih sanksi ke MetroTV, dan menuntut MetroTV meminta maaf kepada masyarakat, khususnya umat Islam," tegas dia.
Untuk diketahui, pada 1 Desember 2017 atau sehari sebelum Reuni 212, MetroTV menayangkan sebuah berita yang dikemas dalam bentuk opini, dan ditayangkan melalui Program Editorial Media Indonesia.
Dalam tayangan berjudul "Meneladani Toleransi Sang Nabi" ini pembahasan difokuskan pada rencana umat Islam menggelar Reuni 212 di Monas.
Pada menit ke 3:16, narator tayangan itu mengatakan begini: "Celakanya, intoleransi itu dipraktikkan untuk kekuasaan politik dengan mengatasnamakan agama. Lebih celaka lagi, mereka berencana berkumpul merayakan intoleransi itu dengan gegap gempita, huh! Ini tentu bisa membuat korban intoleransi semakin terluka. Ketika pihak yang terluka disuruh move on, supaya lukanya lekas pulih, pihak sebelah justru menari di atas luka itu dengan merayakan kemenangan mereka dengan cara gegap gempita".
Tak lama setelah tayangan muncul, kecamanan dan kemarahan terhadap MetroTV menghiasi laman media sosial.
"Semoga narasi biadab ini tidak dimainkan oleh menteri agama kita yang telah menganugerahi metro tipu sbg .... yach sudahlah mereka sudah ngaku terluka dg kekalahan ahok," kata pemilik akun @kigrinsing.
"Media biadab .... pak mentri @lukmansaifuddin begini ulah tv yang engkau beri penghargaan," ujar pemilik akun @usahabatan.(rhm)







