Jakarta, Harian Umum - Badan Pemeriksa Keuangan menemukan sekitar 20 badan usaha milik negara (BUMN) belum memenuhi kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai Rp 910,6 miliar. Dengan potensi sanksi administrasi bunga per 31 Desember 2016 minimal Rp 538,13 miliar. Selain itu, BPK juga menemukan adanya keterlambatan penyetoran PPN oleh WP tersebut, sehingga jika dihitung potensi penerimaan negara dari sanksi administrasi berupa bunga bisa mencapai Rp117,70 miliar.
Anggota II Badan Pemeriksa Keuangan, Agus Joko Pramono, menjelaskan, nilai tersebut berhasil mereka dapatkan dari pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap pemerintah pusat.
"Dari pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan pajak tersebut, kami menemukan permasalahan yang patut mendapat perhatian," ucapnya dalam penjelasan soal IHPS Semester kedua 2016 di Jakarta, Kamis 6 April 2017.
Ketidakpatuhan perusahaan-perusahaan milik negara dalam menyetorkan PPN–nya tersebut memang menjadi persoalan cukup laten. Pasalnya, situasi serupa juga sering ditemukan oleh lembaga auditor tersebut pada tahun- tahun sebelumnya.
"Kami tidak bisa menyebutkan WP – ya karena hal ini masih dalam proses pendalaman," Katanya.
Agus menambahkan setiap temuan terkait sektor perpajakan tersebut terus dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Pajak supaya temuan dari hasil audit tersebut bisa segera ditindaklanjuti.
"Soal apakah mereka telah mengikuti pengampunan pajak, kami serahkan ke Ditjen Pajak. Namun yang jelas temuan itu terus kami koordinasikan dengan mereka supaya segera ditindaklanjuti," ucapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jendral Pajak, Hestu Yoga Saksama memastikan, semua temuan dari BPK tersebut tetap ditindaklanjuti oleh otoritas pajak.