Jakarta, Harian Umum - Pimpinan DPD RI, Senin (13//2025), dilaporkan Indonesian Corrupt Workflow Investigation (ICWI) ke KPK karena menambah jadwal reses dari empat kali dalam setahun, menjadi lima kali.
Penambahan ini ditengarai dapat berimplikasi pada korupsi karena anggaran reses dialokasikan dalam APBN.
"Dasar laporannya terkait jumlah reses yang melampaui dari biasanya, karena UU MD3 mengatur bahwa masa reses DPD 'harus' mengikuti masa reses DPR RI," kata pendiri sekaligus ketua ICWI, Tommy Diansyah, melalui pesan WahtsApp.
Selain dapat melanggar UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), Tommy juga mengatakan bahwa penambahan masa reses tersebut berpotensi melanggar pasal 3 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Seperti diketahui, selama ini DPR dan DPD melakukan reses empat kali dalam setahun, akan tetapi DPD RI periode 2024-2029 yang dipimpin.Sultan.Nazamuddin membuat peraturan sendiri karena menbah reses menjadi lima kali dalam setahun.
Penambahan ini sempat menuai kritik dari mantan anggota DPD asal Aceh yang juga direktur Eksekutif Meta Politik Indonesia, Fachrul Razi.
Seperti dilansir Antara, Jumat (10/1/2025), Fachrul mengaku heran dengan penambahan jumlah masa reses di masa persidangan terakhir dari periode keanggotaan DPD-RI. Ia bahkan mengingatkan seluruh pimpinan DPD, bahwa penambahan masa reses itu berpotensi menjadi masalah hukum di kemudian hari.
Sebab, kata anggota DPD RI periode 2014-2019 dan 2019-2024 ini, selain penambahan masa reses itu tidak pernah terjadi, juga sebagaimana diatur dalam UUD MD3, masa reses DPD harus mengikuti masa reses DPR, sehingga khusus di masa persidangan terakhir, reses hanya empat kali, bukan lima kali, karena masa reses berimplikasi pada anggaran yang bersumber dari APBN.
"Artinya, domainnya adalah penggunaan uang negara di mana pada Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, disebutkan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan," jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, penggunaan anggaran dari APBN juga merujuk pada UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, di.mana Pasal 3 ayat (3).UU itu menyebutkan bahwa setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
Fachrul pun mempertanyakan dampak penambahan masa reses DPD terhadap tugas dan fungsi legislasi DPD bila masa reses tidak mengikuti jadwal yang sama dengan DPR, karena implikasinya terhadap pembahasan RUU di DPR.
“Karena itu UU MD3 berbunyi masa reses DPD mengikuti DPR, agar bisa selaras dalam proses legislasi dalam kontek pembahasan RUU. Jangan sampai DPR bahas RUU, DPD sedang reses," jelas Fachrur.
Ia pun mengingatkan bahwa seperti halnya anggota DPR, anggota DPD pun disumpah untuk taat menjalankan UU, dan UU MD3 mengatur bahwa reses DPD harus mengikuti reses DPR. (rhm)