Jakarta, Harian Umum- Penzaliman yang dialami Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat final Piala Presiden 2018 di GBK, Jakarta, Sabtu (17/2/2018), dinilai menguntungkan Anies.
Apalagi karena mantan Mendikbud itu menyikapi kejadian tersebut dengan tenang, tidak emosi, bahkan bijaksana, sehingga masalah tidak menjadi keruh dan simpati pun mengalir deras kepadanya.
"Ini seperti yang dialami SBY (mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, red) dulu. Dia dizalimi, dan citra serta elektabikitasnya langsung naik, bahkan kemudian menjadi presiden. Anies pun bisa saja begitu. Sejarah agaknya sedang berulang," ujar Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, kepada harianumum.com melalui telepon, Selasa (20/2/2018).
Seperti diketahui, laga final Piala Presiden 2018 dimenangkan Persija dengan skor 3-0 atas Bali United. Saat Anies akan turun dari podium kehormatan untuk mendampingi Presiden Jokowi menyerahkan piala kepada Persija, dia dicegah Paspampres, sehingga duduk kembali di kursinya.
Padahal sebagai gubernur Jakarta, Anies adalah tuan rumah, dan sesuai UU Protokoler dia punya hak untuk mendampingi Jokowi menyerahkan piala kepada Persija.
Kejadian yang video rekamannya viral di media sosial itu membuat banyak kalangan, terutama para pendukung Anies, marah besar.
Ketua Steering Committee Piala Presiden 2018, Maruarar Sirait, sempat berkelit dengan mengatakan bahwa memang tak semua pejabat mendampingi Jokowi memberikan piala kepada Persija, namun kencanganya serangan dan sikap kritis masyarakat, terutama pegiat medsos, akhirnya membuat anggota DPR dari Fraksi PDIP itu menyerah. Dia mengaku bersalah dan meminta maaf.
Sugiyanto menambahkan, sebelum elektabilitas SBY melejit dan menjadi presiden, pendiri Partai Demokrat itu juga dizalimi karena saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamananan (Menkopolkam) di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004), sempat diejek dengan sebutan "jenderal kekanak-kanakan" oleh almarhum Taufiq Kiemas, suami Megawati.
Tak hanya itu, antara Januari hingga Februari 2004, SBY beberapa kali tidak dilibatkan dalam rapat-rapat pengambilan kebijakan di bidang politik dan keamanan, termasuk soal kunjungan beberapa pejabat ke Aceh.
Pangkal persoalan bermula setelah SBY mendirikan Partai Demokrat pada 2001, dan dalam beberapa survei yang dirilis pada 2003, nama SBY sering masuk lima besar capres yang berpotensi memenangi Pilpres 2004.
Fakta ini membuat Megawati yang saat itu berniat maju lagi sebagai incumbent di Pilpres 2004, tak suka karena tak ingin disaingi oleh anak buahnya.
"Tapi kita tahu kemudian kalau apa yang dilakukan Mega kepada SBY justru membuat rakyat simpati kepada SBY, karena menilai SBY dizalimi. Saat Pilpres 2004 diselenggarakan, SBY mengalahkan Megawati dan capres yang lain, serta menjadi presiden. Dia bahkan menang lagi di Pilpres 2009," imbuh Sugiyanto.
Kemiripan kejadian dengan Anies
Aktivis yang akrab disapa SGY ini menilai ada kemiripan antara kejadian yang dialami SBY itu dengan apa yang dialami Anies pada Sabtu (17/2/2018) lalu di final Piala Presiden 2018.
"Pamor Anies saat ini sedang naik karena dia menjadi gubernur dengan menumbangkan Ahok yang menurut para lembaga survei tak dapat dikalahkan oleh cagub yang mana pun. Selain itu, sejak dilantik pada Oktober 2017 dia membuktikan bahwa dia memang gubernur yang punya integritas, kompeten, dan baik, yang ditunjukkan dengan pembuktian satu demi satu janji-janjinya saat kampanye, dan kepeduliannya yang tinggi kepada warganya yang memiliki kehidupan kurang beruntung," jelas SGY.
Apa yang ditunjukkan Anies ini, lanjut dia, membuat rakyat yang selama ini haus akan sosok pemimpin yang punya integritas, kompeten dan pro rakyat, menaruh harapan besar kepada mantan rektor Universitas Paramadina itu.
"Saya rasa itu juga yang kemudian memicu munculnya pihak-pihak yang ingin Anies maju di Pilpres 2019, dan menghadapi Presiden Jokowi yang sudah pasti maju lagi sebagai capres incumbent dengan diusung sejumlah parpol, antara lain Golkar," jelas SGY lagi.
Ia melihat, tindakan Maruarar yang menghapus nama Anies dari daftar pejabat yang mendampingi Jokowi saat menyerahkan piala kepada Persija, dan mencegahnya saat akan turun dari podium kehormatan dengan menggunakan jasa Paspampres, bertujuan buruk dan ada korelasinya dengan kepentingan Pilpres 2019.
"Dengan apa yang dilakukannya itu, Maruarar seperti sengaja ingin mendiskreditkan Anies, dan menimbullan kesan bahwa Anies bukanlah siapa-siapa dan bukan apa-apa dibanding Jokowi," katanya.
Ia mengaku bersyukur serangan itu disikapi Anies dengan tenang, besar hati dan bijaksana, sehingga masalah ini tidak menjadi keruh, dan rakyat pun bersimpati kepadanya.
"Kalau Anies benar-benar maju di Pilpres 2019 nanti, saya yakin dia pasti mengalahkan Jokowi dan jadi presiden," tegas SGY.
Seperti diketahui, pasca kejadian di final Piala Presiden 2018 tersebut, Anies terlihat tetap tenang. Bahkan sebuah foto yang viral di medsos, yang menggambarkan Anies tengah memandangi momen penyerahan piala kepada Persija oleh Jokowi, mengundang komentar yang mengharukan.
"Ane suka foto ini. Butuh jiwa yang besar untuk menerima perlakuan manusia-manusia kerdil. Bravo @Persija_Jkt Bravo @aniesbaswedan Bravo @sandiuno #PersijaDay #PersijaJuara #PialaPresiden," ujar pemilik akun @Gen_AlMaidah_54.
Kepada pers, Anies sendiri mengaku tak memusingkan apa yang dialaminya itu.
"Saya di mana, enggak penting. Yang penting Persija menang, saya merasa bangga," ujar Anies di Balaikota DKI Jakarta, Minggu (18/2/2018). (rhm)