Jakarta, Harian Umum- PT Artamedia Nusantara (AN) diduga kuat telah melanggar pasal 232 ayat (1) KUHPidana karena merusak segel yang dipasang Tim Terpadu Penertiban Penyelenggaraan Reklame Pemprov DKI Jakarta pada reklamenya yang berada di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, agar reklame tersebut dapat dioperasikan kembali.
Informasi yang diperoleh, Minggu (27/1/2019), menyebutkan, segel yang dipasang pada Kamis (24/1/2019) itu dirusak dengan cara ditarik dan disampirkan ke belakang layar LED reklame videotron tersebut, dan reklame videotron itu kemudian dioperasikan kembali.
Pengrusakan dilakukan pada Sabtu (26/1/2019).
Pasal 232 ayat (1) KUHPidana menyatakan; "Barangsiapa dengan sengaja memecahkan, membuang, atau merusakkan materai yang ditempatkan pada barang oleh atau atas nama kuasa umum yang berhak, barangsiapa dengan jalan bagaimana juapun membatalkan penuntutan dengan meterai yang seperti itu, dihukum penjara selama - lamanya dua tahun delapan bulan".
Tindakan PT AN yang menarik segel dan menyampirkannya ke belakang layar LED, masuk kategori pengrusakan segel. Meski segel itu tidak disobek.
"Senin kita kordinasikan dengan tim terpadu. Akan kita usulkan ke ketua tim (untuk digugat)," kata Kabid Penindakan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta, Iwan Kurniawan, saat dikonfirmasi harianumum.com melalui WhatsApp, Minggu (27/1/2019).
Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah mengatakan, tindakan PT AN menyingkirkan segel ke belakang layar LED dan mengaktifkan kembali reklame videotronnya, merupakan sebuah pelanggaran hukum.
"Tindakan itu sekaligus merendahkan kewibawaan Pemprov DKI Jakarta beserta aparatnya," kata dia kepada harianumum.com melalui pesan WhatsApp.
Meski demikian ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini menduga, tindakan PT AN itu juga mungkin dilakukan karena mereka merasa telah memberikan gratifikasi, sehingga tahu kelemahan aparat Pemprov DKI.
"Jadi, pengrusakan segel ini bisa diartikan sebagai sindiran atau penghinaan terhadap aparat oleh si pemilik reklame," imbuhnya.
Amir pun meminta kepada Gubernur Anies Baswedan untuk dapat membuktikan ucapannya bahwa otoritas tidak boleh kalah oleh rupiah.
"Karena itu bila ada indikasi bahwa ketidaktegasan aparat disebabkan oleh adanya indikasi aparat menerima, maka Gubernur harus segera mencopotnya," tegas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, izin mendirikan bangunan bangunan reklame (IMB-BR) reklame milik PT AN di Harmoni diterbitkan pada 4 Januari 2017 oleh Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Jakarta Pusat, dan berlaku selama setahun atau hingga 4 Januari 2018.
Penerbitan IMB-BR ini pun sebenarnya aneh, karena Harmoni merupakan Kawasan Kendali Ketat, sehingga reklame yang dibuat, sesuai pasal 9 Pergub Nomor 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Reklame, harus dipasang di dinding bangunan atau di atas bangunan. Sementara reklame PT AN menggunakan konstruksi tiang tumbuh atau tiang dengan pondasi di dalam tanah.
Pada Maret 2018 lalu, reklame itu pernah mendapat SP-3 dari Satpol PP DKI Jakarta, dan pada April 2018 dibongkar sendiri oleh PT AN, namun hanya dengan menurunkan layar-layar LED-nya, sementara konstruksi reklame itu yang terbuat dari besi, tidak ditebang.
Sekitar sebulan kemudian, atau Mei 2018, PT AN kembali memasang layar-layar LED-nya, dan reklame pun tayang kembali.
Saat Gubernur Anies Baswedan menerjunkan Tim Terpadu pada 19 Oktober 2018 untuk menertibkan 60 titik reklame di Kawasan Kendali Ketat karena tak berizin dan menggunakan tiang tumbuh, reklame PT AN itu tidak masuk daftar. Reklame itu juga tidak masuk dalam daftar 130 titik reklame yang akan ditertibkan mulai Februari 2019.
Tak ayal, titik reklame itu menjadi sorotan media. Apalagi ketika Tim Terpadu menyegel reklame di Jalan S Parman, Gatot Subroto dan MT Haryono, reklame itu lagi-lagi tak tersentuh.
Akhirnya, setelah kembali menjadi pemberitaan media, Kamis (24/1/2019) lalu Tim Terpadu menyegelnya. (rhm)