Jakarta, Harian Umum - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali membenarkan bahwa panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi, yang ditangkap KPK merupakan keluarga seorang hakim agung di MA. Namun, Ali menyatakan, Tarmizi akan tetap mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya.
"Saya dengar ada, hubungan keluarga dengan salah satu hakim agung, pertanggungjawaban pidana itu kan pertanggungjawaban sendiri" kata Ali, di kantor Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Rabu (23/8/2017).
KPK menetapkan Tarmizi sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap sebesar Rp 400 juta dari pengacara Akhmad Zaini, yang diberikan melalui transfer bank. Pemberian pertama dilakukan pada 22 Juni 2017. Saat itu, Akhmad menyetorkan uang ke rekening milik Teddy Junaedi, tenaga honorer pada PN Jaksel.
Kemudian, pemberian selanjutnya dilakukan pada 16 Agustus 2017, sebesar Rp 100 juta. Dalam bukti penyetoran, uang itu disebut sebagai DP pembayaran tanah. Selanjutnya, Akhmad kembali menyetorkan uang Rp 300 juta pada 21 Agustus 2017. Dalam bukti pengiriman, uang tersebut dicatat sebagai pelunasan pembelian tanah.
"Dalam OTT, KPK mengamankan bukti pemindahan dana antar rekening BCA milik AKZ ke rekening milik TJ, Sehingga total pemberian seluruhnya Rp 425 juta" kata Ketua KPK Agus Rahardjo, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Menurut Agus, uang yang diberikan kepada Tarmizi diduga untuk menolak gugatan perdata yang diajukan Eastern Jason Fabrication Service Pte Ltd terhadap PT Aqua Marine Divindo Inspection. Dalam perkara tersebut, Eastern Jason mengalami kerugian dan menuntut PT Aqua Marine membayar ganti rugi 7,6 juta dollar AS dan 131.000 dollar Singapura. Dalam perkara tersebut, Akhmadi menjadi penasehat hukum PT Aqua Marine Divindo Inspection.
Ketua MA Terima Kasih ke KPK
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menyatakan panitera pengganti yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi telah diberhentikan sementara. Ali berterima kasih kepada KPK karena kejadian ini, yang dinilai telah menertibkan badan peradilan.
MA dengan KPK, menurut dia, sudah punya koordinasi yang baik. Menurut Ali, pengawasan MA terhadap panitera terus berjalan. Meski demikian, dia mengakui ada keterbatasan, misalnya soal penyadapan.
"Jadi memang tujuan kami bagaimana caranya peradilan itu bersih, Oleh karena itu, perlu koordinasi dengan KPK. KPK punya alat penyadapan, kita tidak punya. Sehingga kita perlu koordinasi dengan KPK yang punya alat penyadapan," ujar Ali.