Jakarta, Harian Umum - Direktur Gerakan Perubahan yang juga koordinator Indonesia Bersatu, Muslim Arbi, meminta KPK segera menjadikan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi sebagai tersangka.
Permintaan itu disampaikan karena menyakini ada mark up pada pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh, dan proyek itu pun terbukti merugi serta meninggalkan utang yang sangat besar ke China, yakni Rp116 triliun.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah dengan tegas menolak membayari utang itu dengan APBN.
"Seharusnya KPK segera menetapkan tersangka terhadap Jokowi dan Luhut Binsar Panjaiatan dalam kasus kereta Cepat Whoosh," kata Muslim melalui siaran tertulis, Selasa (28/10/2025).
Menurut dia, LBP dan Jokowi layak dijadikan tersangka, karena Luhut sendiri kepada media saat acara 1 Tahun Prabowo-Gibran pada tanggal 16 Oktober 2025, mengatakan kalau KCJB sudah busuk ketika ia menerima proyek itu dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Untuk diketahui, saat proyek dengan biaya USD 7,9 miliar atau Rp118,5 triliun itu digarap, Jokowi menunjuk Luhut yang kala itu menjabat menduduki jabatan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves), sebagai ketua Komite KCJB.
"Artinya, Luhut tahu Whoosh ini akan bermasalah, sehingga seharusnya dia meyakinkan Jokowi agar tidak diteruskan, tetapi dia justru meneruskannya,," kata Muslim.
Menurut dia, dengan sikapnya itu, Luhut telah menyempurnakan kebusukan KCJB, dan harus dimintai pertanggungjawaban. Apalagi karena sejak terjadi pembengkakan biaya KCJB dari USD 6,2 miliar menjadi USD 7,5 miliar, serta bunga tahunan utang pokok yang mencapai 2%, banyak ekonomi DNA pengamat yang mengatakan bahwa proyek ini berpotensi membuat Indonesia masuk dalam jebakan utang (debt trap) China sebagaimana dialami sejumlah negara, seperti Srilanka dan Nigeria.
"Sekarang tahu-tahu, entah kapan dinegosiasikan, tiba-tiba Luhut mengatakan bahwa utang KCJB kepada China yang mencapai Rp116 triliun telah direstrukturisasi dengan China, dan China setuju tempo pembayaran utang diperpanjang dari 40 tahun menjadi 60 tahun, dengan utang yang harus dibayar sebesar Rp2 triliun per tahun," kata Muslim.
Ia curiga ada keuntungan yang didapat Luhut dari proyek ambisius Jokowi ini, sehingga dia begitu ngotot ingin agar proyek sepanjang 143 kilometer dan hanya sampai Padalarang itu, tidak sampai Kota Bandung, dipertahankan. Padahal, pada tahun 2024 lalu PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai operator KCJB, rugi Rp4 triliun lebih, sementara pada Januari-Juni 2025 perusahaan itu rugi Rp1,62 triliun.
Dan tak hanya itu, jumlah penumpang KCJB pun tidak pernah mencapai target, karena dari target 31.000 penumpang/hari, realisasi rata-rata per hari hanya 16.436 penumpang.
"Jadi, dari sisi kerugian negara sudah jelas. Apalagi kalau dibandingkan dengan biaya kereta cepat Arab Saudi yang sepanjang 1.500 kilometer dan hanya menelan biaya Rp112 triliun,' imbuh Muslim.
Ia pun mempertanyakan mengapa KPK begitu lambat?
"Mengapa KPK tidak segera memanggil Jokowi dan Luhut? Sebenarnya jika KPK serius melakukan penyelidikan, pernyataan Luhut itu bisa menjadi pintu masuk untuk menetapkan Jokowi dan Luhut sebagai tersangka," pungkasnya.
Untuk diketahui, saat ini KPK telah menoleh pada kasus ini, dan akan meminta keterangan sejumlah pihak.
"Pihak-pihak yang dimintai keterangan siapa saja, materinya apa, memang belum bisa kami sampaikan secara rinci,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Selasa (28/10/2025). (man)


