KEAKRABAN Jokowi dengan Xi Jinping dan masuknya Indonesia ke BRICS dan laporan Global Fire Power 2025 yang telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu sekutu kuat China membuat "bahaya kuning" semakin nyata.
---------------------
Oleh: M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Sedih melihat aparat Kepolisian tunduk pada pemilik uang. Sejak viral Dato Sri Tahir yang disebut-sebut sebagai salah satu dari 9 Naga dibopong anggota Brimob di Mako Brimob Kelapa Dua dan mendapat Bintang Bhayangkara Nararya (BBN), masyarakat merasa kurang sreg dengan penghormatan berlebihan yang biasa diberikan kepada senior tersebut.
Penghargaan kepada pengusaha seperti ini dianggap "ada apa apanya" atau dalam bahasa undang-undang disebut "kolusi".
Dampaknya jangan-jangan ada anggota Brimob yang boleh mengawal pengusaha etnis China hingga rumah pribadinya. Peristiwa bopong bos Mayapada Group di Mako Brimob itu adalah puncak gunung es indikasi eratnya hubungan antara konglomerat dengan aparat. Hubungan yang tidak wajar dalam paradigma membangun "esprit d'corps" dan nasionalisme.
Groundbreaking Mako Brimob Batalyon A Pelopor Polda Metro Jaya di PIK-2 yang dihadiri dan diresmikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit bersama Bos PIK-2 Aguan, kini viral setelah PIK-2 dengan PSN dan pagar lautnya dipermasalahkan rakyat. Media memberitakan gencar pembongkaran pagar laut, sertifikat HGB laut hingga groundbreaking tersebut.
Keberadaan Mako Pelopor Brimob Polda Metro Jaya di PIK-2 itu dipertanyakan urgensi dan relevansinya. Tangerang masuk Provinsi Banten, cepat atau lambat Kota dan Kabupaten Tangerang akan berada di bawah wilayah hukum Polda Banten.
Ada kekhawatiran keberadaanya justru untuk melindungi kawasan pecinan di PIK-2 Banten.
Patung Naga raksasa yang menghiasi salah satu gapura di kawasan PIK-2, dan tak adanya simbol-simbol maupun ornamen khas Indonesia, baik Banten, Jakarta, dan lainnya, mencerminkan minimnya nasionalisme di PIK 2, sekaligus simbol eksklusivitas kawasan China Town yang sedang dibangun di tanah puluhan ribu hektar.
Betapa bahayanya negara ini. Benar sinyalemen Presiden Prabowo ada "negara dalam negara" dan "kawasan eksklusif" di mana pribumi semakin tergusur saja ke pinggiran, sementara wilayah strategis telah direbut, dikuasai, dan dibangun untuk kawasan Pecinan.
Investasi adalah tahap awal untuk invasi; invasi ekonomi, pengaruh politik, dan pada gilirannya invasi militer. Tentu melalui perang proksi dengan pecah belah sesama anak bangsa.
Sejak Presiden Jokowi berakrab-akrab dengan Presiden China Xi Jinping, maka Indonesia sepertinya telah membangun blok pertahanan dengan China. Ini sesungguhnya telah melanggar prinsip atau asas non blok dan politik bebas aktif.
Masuk BRICS dan laporan Global Fire Power 2025 yang telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu sekutu kuat China membuat "bahaya kuning" semakin nyata. Etnis China yang dipimpin oleh para konglomerat sudah dirasakan semakin besar dan berpengaruh. PIK-1 dan PIK-2 akan menjadi cermin.
Perlu sensus seksama berbasis etnis di negeri Indonesia agar perilaku diskriminasi kelak dapat dihindari. Pembuatan peta etnis bukan hal yang tabu. Rakyat berhak mengetahui besaran dan sebaran berbagai etnis agar pengembangan dapat terkendali dan tidak mengganggu stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pembangunan Mako Batalyon A Pelopor Brimob Polda Metro Jaya di PIK-2 patut dipertanyakan dalam hal kematangan perencanaan, sumber pembiayaan, pencegahan ketergantungan, kepentingan nasional atau komunal bahkan mungkin personal. Dan yang terpenting apakah ada agenda sebagai pengawalan khusus bagi pengembangan kawasan pecinan ?
Tuntutan rakyat yang kini muncul akibat berbagai pelanggaran hukum yang terjadi adalah cabut PSN PIK-2 dan batalkan proyek PIK-2.
Moga Brimob tidak menjadi alat atau tameng Aguan untuk menghadapi tuntutan rakyat tersebut.
Brimob itu milik dan dibiayai oleh rakyat bukan pelindung proyek milik Sugianto Kusuma alias Aguan.