Jakarta, Harian Umum-Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memeriksa kembali tata ruang di Jakarta usai insiden longsor di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan terjadi. Pihaknya akan mencari oknum yang bermain dalam tata ruang Jakarta.
Hal itu diungkapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria saat meninjau Kerja Bakti Penanggulangan Banjir di Kali Sentiong, Johar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (18/10).
"Kami akan melakukan evaluasi total di seluruh Jakarta terkait tata ruang," ujar pria yang karib disapa Ariza saat ditanyai investigasi longsor Ciganjur.
Ariza memastikan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berjanji akan menindak oknum yang bermain dalam tata ruang di Jakarta.
Pun demikian dengan oknum yang bermain dalam pembangunan perumahan di Ciganjur yang menyebabkan longsor Sabtu (10/10/2020) lalu.
Menurut Ariza, perumahan tersebut melanggar tata ruang lantaran membangun rumah menjorok ke tebing.
"Seharusnya tidak boleh seperti itu. Harusnya ada satu space pembatas karena tidak boleh bangunan itu berada di pinggir sungai atau pinggir kali. Jadi itu juga menjadi evaluasi bersama," jelas Ariza.
Pihak Pemprov DKI Jakarta sudah memerintahkan seluruh jajaran Wali Kota, Camat, hingga Lurah untuk mengecek kembali potensi-potensi banjir dan longsor di wilayah masing-masing.
Seluruh Wali Kota juga diharap mengecek adanya indikasi penyalahgunaan tata ruang dari warga, developer, atau perumahan yang dapat mengakibatkan kejadian serupa.
Terpisah, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmuda berencana memanggil pengembang Perumahan Melati Residence, Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan pasca tragedi longsor pada Sabtu (10/10/2020) malam. Rencananya, pengembang itu akan dipanggil Komisi D DPRD DKI Jakarta untuk dimintakan keterangan pada Senin (19/10/2020) mendatang.
Pihaknya juga akan mengundang Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan; dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP); Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan; Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan sebagainya. Pemanggilan mereka dibutuhkan untuk mencari tahu penyebab tragedi longsornya tanggul yang menewaskan warga dari perkampungan di sebelahnya.
“Kami kan prihati adanya korban jiwa. Pengembang juga harus memiliki punya kepedulian dong, makanya nanti kami lihat bentuk kepedulian mereka seperti apa dari kejadian ini,” kata Ida Mahmudah.
Ida mengatakan, insiden tersebut tidak hanya menghilangkan nyawa warga sekitar. Tapi juga merusak bangunan warga yang tertimbun tanah longsor dari perumahan tersebut.
Selain itu, lokasi perumahan itu juga sangat dekat dengan Kali Anak Situ. Guna mengetahui perizinan pembangunan perumahan itu, Komisi D lalu memanggil dinas terkait.
“Itu kan ada rumah yang memang kemarin kena longsor, dan juga ada alat di sana mau ngeruk kali akhirnya separuh dari rumah itu rusak semua. Nah itu tanggung jawab siapa?,” ujar Ida.
“Yah kami paksa mereka harus ganti rugi dong, jangan sampai nggak. Makanya kami lihat, hari Senin nanti mereka melanggar izin atau tidak,” jelas Ida.
Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Juaini Yusuf, mengatakan, berdasarkan identifikasi sementara dari dinasnya, turap yang dibuat pengembang cukup berbahaya dari segi konstruksi. Seharusnya, kata dia, turap dengan ketinggian sekitar 30 meter jangan memakai batu kali.
“Kalau kami lihat di lokasi ada turap yang dibuat oleh pengembang Melati Residence itu sebenarnya sudah sangat membahayakan. Dari segi konstruksi tidak mendukung, karena dengan turap batu kali setinggi 30 meter lokasinya persis di atas kali,” katanya.
“Yah tentunya ketika ada curah hujan dan tanah-tanahnya tergerus, otomatis turap itu berpengaruh juga, makanya terjadi longsor,” tambahnya.
Atas musibah itu, kata dia, Kali Anak Situ yang berada di bawahnya menjadi tertutup oleh turap yang ambruk milik pengembang. Hingga kini, kata dia, pihaknya telah memasang dolken dan menutupnya memakai terpal agar tanahnya tidak kena hujan yang memicu longsor susulan.
“Sekarang kami sedang melakukan pemasangan dolke, karena di bagian atasnya masih sangat rawan. Kalau kami nggak jaga kekuatan tanahnya yang labil tentu sangat membahayakan pekerja yang ada di bawah. Panjang dolken sekitar 30 meter dan tingginya 20-25 meter,” jelasnya.
Ia sekaligus menyarankan kepada pengembang agar memakai sheetpile. Bukan hanya sekedar turap setinggi 30 meter.
"Harus ada sheetpile. Karena bedanya tinggi banget turapnya longsor dan kena pemukiman penduduk," terang dia. (hnk)