Jakarta, Harian Umum - Pertemuan gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dan walikota Bekasi Rahmat Effendi pada hari ini, Senin 22 Oktober 2018 di Balaikota DKI Jakarta tetap tidak akan menyelesaikan masalah dasar tetang hal pembuangan sampah DKI Jakarta di Bandar Gebang Bekasi .
Pasalnya permasalahan tersebut kerap terjadi sejak masa gubernur Ahok meski sudah ada kesepakatkan dan perjanjian antara kota Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta. Sehingga kemungkinan akan terjadi penolakan pembuangan sampah Jakarta ke pembuangan akhir Bantargebang -Bekasi bisa terus terulang kembali.
Masalah dasarnya adalah bukan pada adanya perjanjian tentang pemberian biaya konpensasi dan dana hibah kemitraan dari pemprov DKI Jakarta kepada kota Bekasi. Tetapi lebih pada adanya solusi alternatife tentang penyelesaian masalah sampah Jakarta.
Seharusnya pemprov DKI Jakarta sudah tidak tergantung lagi pada pembuangan akhir sampah di Bantargebang-Bekasi tetapi dapat mengolahnya sendiri.
Sejak era gubernur Fauzi Bowo pemprov DKI Jakarta sudah merencanakan pengelolahan sampah modern Intermediate Treatment Facility (ITF) di Sunter, Jakarta Utara. Namun, proses lelang gagal dilaksanakan akibat belum adanya aturan tentang pembangkit listrik berbasis sampah.
Untuk menangulangi masalah tersebut, pada awal tahun 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah yang wajib diterapkan di tujuh kota di Indonesia, salah satunya Jakarta.
Dari total 7.000 ton sampah kota Jakarta perhari yang dibuang ke Bantargebang-Bekasi, ITF Sunter diyakini mampu menangani 25% dari total sampah tersebut. Dengan demikian untuk dapat mengatasi dan mengelolah seluruh total sampah Jakarta, maha hanya dibutukan 3-4 tempat pengelolahan samapah modern ITF.
Intermediate treatment facility (ITF) di Sunter, Jakarta Utara, menggunakan teknologi incenerator.
Adapun incenerator merupakan suatu alat pembakar sampah yang dioperasikan dengan pembakaran pada suhu tertentu sehingga sampah dapat terbakar habis. Hasil pembakaran sampah tersebut dapat menghasilkan listrik yang dapat digunakan pemerintah untuk kebutuhan masyarakat.
Bila kita banding kota Jakarta dengan kot-kota lain pada negara maju seperti Jepang, Denmark, Jerman, Perancis dan negara Eropa lainnya, sistem pengolahan sampah di Jakarta tergolong tertinggal.
Seharus Jakarta sudah mulai mengunakan teknologi pengelolahan sampah moden ITF sejak 5-6 tahun lalu.
Saat ini pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menugaskan BUMD PT. Jakarta Propertindo (PT, Jakpro) untuk melaksanakan pembangunan pengelolahan sampah modern ITF-Sunter. Dalam pelaksanaanya PT.Jakpro telah menggandeng Fortum Finlandia untuk membangun pengolahan sampah Intermediate Treatment Facility (ITF) di Sunter, Jakarta Utara.
ITF Sunter akan dibangun di atas lahan 5,5 hektar dengan perkiraan nilai investasi Rp 3 triliun. Bukan hanya di Sunter, ITF juga dibangun di lima kawasan berbeda antara lain di Marunda Cilincing, Cakung, Rorotan dan Kamal Muara.
Terkait hal polemik antara pemprov DKI Jakarta dan kota Bekasi, maka solusinya adalah segera dibangung ITF Sunter dan lainnya. Dengan harapan agar Jakarta tidak tergantung lagi dengan tempat pembuangan akhir sampah di Bantargebang-Bekasi.