Jakarta, Harian Umum- Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zein dan mantan anggota DPR RI Djoko Edi Abdurrahman menegaskan bahwa isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah ril, bukan ilusi.
Mereka bahkan mengatakan kalau anggota partai terlarang itu telah menyusup kemana-mana, terutama di lembaga pemerintahan, dan tengah berupaya untuk dapat mengambil alih kekuasaan setelah gagal melakukan kudeta pada 1965.
"Kita tahu dimana markas mereka, tapi untuk sementara ini tidak bisa kita buka ke publik. Tapi kalau mereka bergerak menghantam kita, kita perang," kata Kivlan kepada harianumum.com usai diskusi bertajuk 'Membedah Agenda Politik Komunisme dan Khilafah di Pilpres 2019' yang digelar di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/10/2018).
Kivlan menegaskan, ia dan rekan-rekannya yang peduli pada kebangkitan PKI telah siap menghadapi kebangkitan partai berlambang palu arit ini, karena pemerintahan Jokowi-JK terkesan membiarkan.
"Kita sudah lapor ke pemerintah tentang adanya orang-orang yang menggunakan lambang PKI dan meminta agar TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 (tentang pembubaran PKI dan menyatakan partai ini sebagai organisasi terlarang di seluruh Indonesia) dicabut, tapi tidak ditangkap. Kita lapor polisi, juga tidak ditangkap," katanya.
Saat menjadi pembicara saat diskusi berlangsung, Kivlan mengatakan bahwa banyak fakta yang mengindikasikan adanya kebangkitan PKI. Adanya permintaan agar TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 dicabut, munculnya orang-orang yang menggunakan lambang PKI, adanya permintaan penghapusan ajaran agama di sekolah, dan adanya pengkaderan partai dengan bekerjasama dengan Partai Komunis China (PKC) adalah beberapa indikasi tersebut.
"Semula hanya PDIP yang melakukan pengkaderan di China, kemudian Nasdem ikut. Setelah Golkar bergabung dengan pemerintah, Golkar pun ikut-ikutan melakukan pengkaderan di China. Ini tujuannya apa?" tanya dia.
Kivlan bahkan mengatakan kalau pada draft RAPBN 2015 terdapat lampiran berupa konsep permintaan maaf pemerintah kepada PKI, dan ia mendapatkan salinan konsep itu.
"Saat sidang paripurna di DPR, konsep itu tidak dibacakan oleh Jokowi. Kalau dia bacakan, habis dia karena bisa diimpeachment," tegas Kivlan.
Ia juga menyebut indikasi lain bahwa kebangkitan PKI adalah ril, yakni terbitnya UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran yang kemudian, pada 2006, dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK), dan adanya organisasi seperti Partai Rakyat Demokratik (PRD), Forum Komunitas Mahasiswa Se-Jabotabek (Forkot) dan Forum Demokrasi (Fordem) yang diduga kuat merupakan organisasi underbow PKI.
"Kondisi pers saat ini yang dikendalikan dan diatur pemerintah, kondisinya juga sama dengan saat Orde Lama dimana PKI tumbuh dengan subur dan kemudian melakukan pemberontakan," tegas dia.
Purnawirawan TNI ini tegas mengatakan kalau saat ini PKI sudah masuk kemana-mana, seperti ke partai-partai, DPR, di Sekretaris Negara (Setneg) dan di Sekretaris Kabinet (Sekab).
"Saat ini bahkan ada 600 lebih anggota PKI yang mencalonkan diri sebagai Caleg di Pemilu 2019, sementara jumlah anggota DPR 560 orang. Kalau lebih dari separuh dari mereka tahun depan lolos ke Senayan, mereka bisa mencabut Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966," tegas dia.
Kivlan mengakui kalau kebangkitan PKI ini ada yang mengatur dan mengendalikan dari belakang layar. Di antara mereka ada yang bergelar jenderal dan profesor.
"Ada juga yang bernama Rewang, tokoh komunis yang hingga kini masih dicari-cari aparat," tegasnya.
Hal senada dikatakan Djoko Edi Abdurrahman. Ia bahkan mengatakan kalau saat ini, dari 560 anggota DPR, 186 di antaranya anak dari keluarga PKI, termasuk di antaranya anggota DPR dari Fraksi PDIP, Ribka Tjiptaning, yang menulis buku berjudul "Aku Bangga Jadi Anak PKI".
"Sebagai anak PKI, bagaimana kita tahu dan yakin mereka tidak mengikuti jejak orang tuanya?" kata dia.
Caleg dari Partai Berkarya ini juga mengingatkan bahwa terbitnya Keppres Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 1 Juni 2016, mengindikasikan ada aroma sosialis pada kebijakan itu.
Dan seperti yang kita ketahui, Ideologi komunis berakar dari teori sosialis yang dicetuskan Karl Marx.
Ia bahkan mengingatkan kalau proyek One Belt One Road (OBOR) Presiden China Xi Jinping, atau yang juga dikenal sebagai the Silk Road Economic Belt, menempatkan Indonesia sebagai target utama dari 65 negara yang diajak China untuk bekerjasama membangun infrastruktur proyek tersebut, karena saat ini di Indonesia terdapat 24 juta warga China perantauan.
"Dengan kondisi seperti ini, paham komunis akan semakin mudah memasuki Indonesia," katanya.
Mantan anggota DPR ini bahkan mengingatkan rakyat Indonesia untuk mewaspadai kebijakan Jinping yang pada 2016 lalu merevisi Undang-undang Dasar negaranya, sehingga warga China kini dapat memiliki dua kewarganegaraan sekaligus.
"Dengan dirubahnya undang-undang itu, China dapat melindungi etnis dari negaranya yang berada di negara mana pun di dunia ini, termasuk yang di Indonesia," tegasnya. (rhm)