Jakarta, Harian Umum- Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman meminta PD Pasar Jaya agar melakukan lelang terbuka jika ingin mengerjasamakan area parkir yang dikelolanya.
"Jangan melalui penunjukkan seperti terhadap UP Perparkiran, tapi melalui lelang terbuka," katanya kepada harianumum.com melalui telepon, Kamis (23/8/2018).
Seperti diberitakan sebelumnya, per Agustus 2016 PD Pasar Jaya mengerjasamakan 35 dari 155 titik parkir yang dikelolanya kepada Unit Pengelola (UP) Perparkiran. Yang dikerjasamakan antara lain parkir di Pasar Santa, Pasar Cipete, Pasar Mede dan Pasar Asem Reges.
Namun seperti dikeluhkan pegawai tetap non PNS UP Perparkiran, meski manajemen UP mengklaim bahwa pengelolaan itu untung 13-15%, sesungguhnya pengelolaan itu merugi, karena setiap bulan pengeluaran lebih besar dari pemasukan.
Defisit itu dipicu oleh setoran yang harus dibayarkan UP Perparkiran yang mencapai Rp46 juta/bulan. Padahal, sebelum dikelola UP, pemasukan PD Pasar dari ke-35 titik itu hanya Rp36 juta.
Selain hal tersebut, jelas Ragil, pegawai tetap non PNS UP Perparkiran, saat pengelolaan ke-35 titik parkir itu diserahkan, 350 pegawai kontrak PD Pasar Jaya yang bertugas di ke-35 titik parkir tersebut ikut dilimpahkan, sehingga pembayaran honornya menjadi beban UP Perparkiran.
"Lagipula sebelum ke-35 titik parkir itu dikelola, tak ada kajian lebih dulu," imbuhnya.
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui, pada pengelolaan parkir PD Pasar Jaya Tahap I, II dan III (Januari-Oktober 2017) terjadi defisit Rp2,45 miliar karena pemasukan hanya Rp28,45 miliar, namun pengeluaran mencapai Rp31,076 miliar.
Defisit terjadi karena pemasukan per bulan rata-rata berada di angka Rp2 miliar, namun pengeluaran rata-rata tetap di angka Rp3 miliar.
Pada Januari 2017, pemasukan tercatat Rp3,073 miliar, sementara pengeluaran Rp3,128 miliar; pada Februari 2017 pemasukan tercatat Rp2,67 miliar, namun pengeluaran RpRp3,003 miliar; pada April 2017 pemasukan tercatat Rp2,73 miliar, sementara pengeluaran Rp3,095 miliar; dan pada Juni 2017 pemasukan tercatat Rp2,19 miliar, namun pengeluaran Rp2,98 miliar.
Yang membuat pegawai meradang, defisit itu ditutup dengan memotong uang remunerasi mereka pada 15 Oktober - 15 Desember 2017 silam sebesar Rp2 juta hingga Rp6 juta/orang. sehingga dengan jumlah pegawai tetap non PNS mencapai 278 orang, uang remunerasi yang dipotong mencapai Rp1,6 miliar.
Ragil menjelaskan, manajemen UP Perparkiran berdalih, pemotongan dilakukan karena ada temuan BPK atas hasil audit laporan keuangan UP Perparkiran pada 2016 yang dipicu kerugian pada pengelolaan parkir milik PD Pasar Jaya dan karena pengelolaan parkir dengan sistem TPE (Terminal Parkir Elektronik).
"Padahal temuan BPK didasari kesalahan UP Perparkiran dalam menempatkan gaji pegawai PKWT yang menangani 35 titik parkir PD Pasar Jaya dan TPE, ke dalam anggaran belanja barang dan jasa, bukan seperti yang manajemen katakan. Selain itu, temuan BPK hanya Rp172 juta, tapi total remunerasi yang dipotong Rp1,6 miliar. Dikemanakan uang itu?" tanyanya.
Prabowo mengatakan, ia heran kalau pengelolaan parkir bisa merugi, karena dimana pun pengelola parkir pasti untung.
"Karena itu sebaiknya PD Pasar Jaya mengambil kembali ke-35 titik parkir itu, karena UP ternyata berencana menyerahkan pengelolaan ke-35 titik itu kepada pihak ketiga. Saya baca suratnya bulan lalu," kata Wakil Ketua II Fraksi Gerindra DPRD DKI itu pada 10 Agustus silam.
Prabowo mengatakan, terkait pemotongan remunerasi pegawai oleh UP Perparkiran, dan juga berbagai permasalahan yang terjadi di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) itu, Komisi B DPRD DKI akan memanggil Kepala UP Perparkiran Tiodor Sianturi.
Namun kepada harianumum.com tadi pagi, Prabowo mengatakan belum tahu kapan Komisi B akan memanggil Tiodor untuk dimintai penjelasan dan klarifikasi. (rhm)







