Jakarta, Harian Umum- Kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi di tubuh Unit Pengelola (UP) Perparkiran DKI Jakarta, Senin (14/8/2018), dilaporkan ke Gubernur Anies Baswedan di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Laporan dilakukan dengan mengirim surat kepada Gubernur dengan dilengkapi data-data yang memperkuat tuduhan tersebut. Surat diterima anggota Tim Gubernur bernama Amir Hamzah.
"Tujuannya agar Kepala UP (Tiodor Sianturi) dicopot," kata Ragil, pegawai tetap non PNS UP Perparkiran yang melaporkan kasus tersebut.
Amir mengatakan bahwa surat dan data-data itu akan ia teruskan kepada Gubernur, dan ia meyakinkan bahwa laporan itu akan ditindaklanjuti.
Seperti diketahui, para pegawai tetap non PNS UP Perparkiran meradang karena remunerasi mereka dipotong hingga dua kali dengan alasan yang tidak memiliki dasar hukum.
Potongan pertama dilakukan pada 15 Oktober - 15 Desember 2017 dengan besaran Rp2 juta hingga Rp6 juta/orang atau total Rp1,6 miliar, karena jumlah pegawai tetap non PNS yang remunerasinya dipotong sebanyak 278 orang.
Pemotongan ini dilakukan dengan alasan ada temuan BPK yang berpotensi merugikan UP Perparkiran sebesar Rp1,8 miliar akibat kerugian pada pengelolaan 35 titik parkir milik PD Pasar Jaya dan karena penerapan sistem Terminal Parkir Elektronik (TPE) mengalami defisit. Padahal temuan BPK sebagaimana tercantum dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas audit APBD 2016 hanya menemukan potensi kerugian sebesar Rp172 juta di UP Perparkiran akibat kesalahan menempatkan gaji pegawai PKWT yang menangani 35 titik parkir PD Pasar Jaya dan TPE, ke dalam anggaran belanja barang dan jasa.
Pemotongan kedua dilakukan pada 18 Juli 2018 lalu dengan alasan karena pemasukan pada Juni 2018 anjlok, sehingga dikhawatirkan akan kembali menjadi temuan BPK.
"Padahal Juni kan momen puasa dan libur panjang Lebaran, wajar kalau pemasukan anjlok," kata pegawai UP Perparkiran.
Pegawai juga meradang karena sejak Tiodor diangkat menjadi kepala UP Perparkiran pada awal 2016, dia tidak menggelontorkan uang pembelian seragam bagi 2.600 juru parkir, sehingga para jukir terpaksa membeli seragam dari kordinator wilayahnya masing-masing dengan cara dicicil.
Tak hanya itu, sejak Tiodor menjadi kepala UP Perparkiran, pembayaran THR bermasalah karena selalu telat dibayarkan.
"Untuk tahun ini masih sekitar 10% dari 2.600 jukir yang sampai bulan ini masih belum menerima THR-nya," jelas Ragil.
Pegawai berharap kepala UP segera diganti agar situasi di UP Perparkiran menjadi lebih nyaman, dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) itu dapat dikelola secara profesional dan tidak sewenang-wenang. Apalagi karena pegawai juga mengendus adanya indikasi korupsi pada pembelian 201 unit TPE senilai Rp25 miliar.
Pasalnya, selain pembelian itu menggunakan dana Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran), juga karena dari 201 unit TPE yang dibeli, hanya 20-30% yang dapat digunakan secara efektif.
"Sesuai ketentuan, penggunaan dana Silpa harus seizin Gubernur," tegas Ragil. (rhm)







