Jakarta, Harian Umum - Karyawan Panasonic di Indonesia ketar ketir, menyusul keputusan Panasonic Holdings yang berdomisili Jepang, untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10.000 karyawannya secara global.
Separuh dari angka itu berada di Jepang, sisanya di luar negeri.
Terkait hal itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, meminta pemerintah untuk mengantisipasi dampak PHK yang dilakukan Panasonic Holdings.
"Buruh Panasonic di Indonesia saat ini diliputi kekhawatiran. Jangan sampai kebijakan PHK global dijadikan alasan untuk melakukan PHK massal di Indonesia, apalagi terhadap pekerja yang statusnya kontrak atau outsourcing. Pemerintah harus segera bertindak, jangan menunggu gejolak,” kata Said melalui siaran persnya, Senin (12/5/2025).
KSPI dan Partai Buruh mendesak pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan pemerintah daerah di lokasi pabrik untuk segera melakukan langkah antisipasi, misalnya membuka dialog dengan manajemen Panasonic dan serikat pekerja untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak buruh. KSPI, dan Partai Buruh juga menekankan pentingnya transparansi dan pelibatan serikat pekerja dalam setiap proses restrukturisasi atau efisiensi, guna mencegah PHK sepihak yang merugikan buruh.
“Kita minta ada audit dan pengawasan ketat, serta jaminan bahwa buruh tidak menjadi korban dari keputusan bisnis global,” ujar Iqbal.
Diakui, sampai saat ini memang belum ada pengumuman resmi mengenai PHK buruh Panasonic di Indonesia, akan tetapi pihaknya meyakini tidak menutup kemungkinan PHK itu akan terjadi, terutama bagi pekerja kontrak dan sebagian kecil pekerja tetap.
Said menyebut, saat ini ada sekitar 7.000 hingga 8.000 pekerja Panasonic di Indonesia yang tersebar di tujuh pabrik, yaitu dua di DKI Jakarta, dua di Bekasi, satu di Bogor, satu di Pasuruan, dan satu di Batam. Jenis industri yang dijalankan meliputi pabrik baterai, alat kesehatan, peralatan rumah
Pengumuman Panasonic Holdings untuk melakukan PHK terhadap 10.000 karyawan diumumkan Jumat (9/5/2025). Perusahaan itu menjelaskan, PHK dilakukan sebagai bagian dari reformasi manajemen.
Perusahaan asal Jepang ini memperkirakan biaya restrukturisasi mencapai 130 miliar yen atau sekitar 896,06 juta dollar AS (Rp 14 triliun) dalam tahun fiskal berjalan.
Reuters melaporkan, pengurangan karyawan difokuskan pada perusahaan-perusahaan konsolidasi, khususnya di divisi penjualan dan administrasi (back-office). (man)


