Jakarta, Harian Umum - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum kader PDIP Saeful Bahri 1 tahun 8 bulan penjara karena kasus menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Majelis Hakim ini wajibkan kader Moncong Putih tersebut membayar denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Ketua Hakim Panji Surono saat membacakan amar putusan, Kamis (28/5).
Saeful terbukti melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan primair.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yakni 2 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 150 juta.
Saeful Bahri bersama calon legislatif PDIP dari Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan Harun Masiku terbukti menyuap Wahyu sebanyak Rp 600 juta. Suap itu diberikan agar Wahyu mengupayakan KPU memilih Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW)anggota DPR periode 2019-2024.
PDIP berpendapat, pergantian anggota DPR perlu dilakukan karena caleg PDIP pemenang di dapil Sumsel I Nazarudin Kiemas meninggal. Rapat pleno PDIP pada Juli 2019 memutuskan suara Nazarudin akan dilimpahkan kepada Harun Masiku.
KPU menolak permohonan itu dan menyerahan kursi DPR kepada pemilik suara terbanyak kedua setelah Nazarudin dari dapil yang sama, yakni Riezky Aprilia.
Untuk mengubah keputusan ini, Harun bersama Saeful menjanjikan suap Rp 1 miliar kepada Wahyu Setiawan. Suap diberikan dalam dua tahap melalui eks anggota Badan Pengawas Pemilu yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina.
Pada 8 Januari 2020, Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, dan Agustiani Tio Fridelina dicokok KPK di tempat terpisah. Wahyu Setiawan ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta. Sedangkan Harun Masiku buron sampai sekarang.