Jakarta, Harian Umum - Forum Nasional untuk Daulat Rakyat (FNDR), Kamis (28/11/2024), menggelar acara Silat Bang (Silaturahmi Tokoh Bangsa): Adili Jokowi & Makzulkan Fufufafa di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan
Acara ini menghadirkan belasan dari 130 tokoh yang bergabung dalam forum ini, antara lain Marwan Batubara, HM Mursalin, Rizal Fadillah, Sjafril Sofyan, Habib Muchsin Alatas, Refly Harun, Ichsanuddin Noorsy, Dr. Paulus Yanuar, KH Athian Ali, M. Hatta Taliwang, Kol. Sugeng Waras, H Ekajaya, dan Syafril Sjofyan.
Tokoh-tokoh seperti Jenderal Gatot Nurmantiyo, Jenderal Fachrul Rozi, Jenderal Tyasno Sudarto, Amien Rais Anthony Budiawan,, Letjen (Purn) TNI Suharto, dan Prof. Denny Indrayana berhalangan hadir
Para tokoh yang hadir diberi ruang untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya terkait tema yang diusung, dan dengan berbagai alasan, pandangan serta pendapat, para tokoh itu sepakat bahwa Jokowi harus diadili karena terlalu banyak pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan dan konstitusi dalam membuat kebijakan selama menjabat sebagai presiden, termasuk soal penerbitan Perppu Cipta Kerja, pemaksaan proyek IKN yang tidak urgen dan menyedot APBN, proyek Rempang Eco City yang menggusur masyarakat untuk kepentingan investasi China, proyek kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diduga menjebak Indonesia dalam debt trap China, dan lain-lain.
Sementara kesepakatan bahwa Fufufafa harus dimakzulkan adalah Fufufafa yang diduga kuat merupakan akun Kaskus milik Wapres Gibran Rakabuming Raka, memperlihatkan tabiat buruk Gibran yang tak hanya diduga punya kebiasaan menghina, tetapi memiliki perilaku mesum.
Selain itu, pendidikan Gibran pun dinilai tidak jelas sebagaimana halnya Jokowi yang ijazahnya yang telah pernah digugat kempengadilan karena diduga palsu, dan dari segi kapasitas, Gibran dinilai belum layak menjadi Wapres.
Gibran dapat menduduki jabatan itu karena intervensi Pemerintahan Jokowi terhadap Mahkamah Konstitusi, sehingga lembaga itu membuat putusan yang memungkinkan Gibran menjadi Cawapres di Pilpres 2024 ada usia baru 36 tahun, sehingga MKMK kemudian memecat Ketua MK Anwar Usman karena dianggap melakukan pelanggaran etik berat.
Putusan MK itu ditindaklanjuti KPU, meski aturan bahwa usia Cawapres minimal 40 tahun masih berlaku dalam Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023, dan aturan itu baru direvisi setelah pencalonan Gibran diterima.
Akibatnya, KPU digugat ke DKPP dan dianggap melanggar etik berat. Karenanya, jabatan Wapres yang saat ini diduduki Gibran.dianggap sebagai hasil persekongkolan jahat yang dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan, dan Gibran dijuluki sebagai Anak Haram Konstitusi.
Dalam acara ini juga dibacakan Pernyataan Sikap FNDR oleh Marwan Batubara. Berikut isinya.
Setelah mengkaji dan melihat perkembangan situasi dan kondisi negara, bangsa dan kehidupan rakyat dalam beberapa tahun terakhir, kami yang tergabung dalam FORUM NASIONAL UNTUK DAULAT RAKYAT (FNDR) memutuskan untuk menyampaikan Pernyataan Sikap dan Tuntutan.
Kami menilai Rezim Joko Widodo telah gagal melindungi rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Rezim Joko Widodo telah mewariskan berbagai masalah yang membuat rakyat Indonesia semakin jauh dari cita-cita sebagai negara dan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Berbagai penyebab kegagalan dan warisan masalah tersebut antara lain adalah:
1. Menjalankan pemerintahan dengan meninggalkan prinsip-prinsip moral Pancasila, amanat konstitusi dan undang-undang yang telah menjadi konsensus nasional. Joko Widodo telah mengkhianati daulat dan amanat rakyat karena berambisi untuk tetap menggenggam kekuasaan melalui politik dinasti otoriter ala berbagai kebijakan dan peraturan. Bahkan untuk melanjutkan berbagai agenda oligarki, Joko Widodo diduga kuat mengendalikan dan menguasai Presiden Prabowo Soebijanto, termasuk dalam menyusun anggota Kabinet Merah Putih. Pada Pilkada 2024 Joko Widodo telah memanfaatkan tangan Presiden Prabowo untuk mengendorse calaon-calon tertentu bagi pelanggengan kekuasaannya.
3. Salah satu kejahatan politik otoriter sarat KKN rezim oligarki Joko Widodo adalah menempatkan Gibran sebagai cawapres Pilpres 2024, dan disusul dengan praktik yang sama untuk memenangkannya dalam Pilpres 2024. Padahal di samping inkonstitusional, pencawapresan Gibran tidak memenuhi syarat etika, moral dan ijazah pendidikan. Gibran telah melakukan perbuatan tercela, terlihat dari aktivitas akun Kaskus Fufufafa amoral yang mestinya diproses hukum, bukan malah dilantik menjadi Wakil Presiden Indonesia.
4. Pembusukan partai politik di satu sisi dan politik sandera atau sprindik Joko Widodo di sisi lain, telah menjadikan DPR yang semestinya menjalankan fungsi pengawasan, berubah menjadi “endoser” kebijakan pemerintah yang merugikan negara dan rakyat. Sambil memainkan politik sandera, rezim oligarki Joko Widodo telah menyulap hukum menjadi kepanjangan tangan politik yang berkhidmat kepada kekuasaan oligarki, dimana negara hukum (rechtstaat) telah bergeser menjadi negara kekuasaan (machtstaat).
5. Memelihara para taipan, termasuk yang menjadi proxy China, telah sangat berperan mendukung Joko Widodo mencengkeram kekuasaan dan berburu rente melalui proyek-proyek swasta oligarkis yang diberi predikat proyek strategis nasional (PSN), seperti Rempang, BSD dan PIK-2, Surabaya Front Land dan Papua Selatan. Dengan status PSN para oligarki seperti Aguan, Salim, Tomy Winata, dll., mendapat dukungan penuh rezim untuk menindas, menjajah, menyengsarakan dan menghancurkan kehidupan rakyat.
6. Simbiosis mutualisme dan KKN rezim Joko Widodo dengan para taipan telah memberi kesempatan kepada sejumlah pengusaha dan China RRC mengusasi berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama ekonomi, keuangan, SDA, industri, perdagangan, teknologi, politik, geo-politik, dll. Hegemoni dan penjajahan senyap ini telah menjadi ancaman serius atas pertahanan, kedaulatan, kemandirian dan ketahanan nasional ke depan.
7. Pelanggaran HAM menjadi kejahatan sistemik rezim Joko Widodo. Tewasnya 800-an petugas Pemilu berakhir tanpa proses hukum. Perhimpunan Kedokteran menyatakan kematian tersebut bukan karena kelelahan, tetapi by-design. Peristiwa pembunuhan 9 orang pendemo Bawaslu 21-22 Mei 2019, pembantaian 6 laskar FPI, hingga kasus Kanjuruhan yang menewaskan lebih dari 300 rakyat, adalah pengabaian kemanusiaan, dan bahkan bisa disebut rekayasa dan kejahatan politik.
8. Lahirnya Keppres No.17/2022 tidak menjelaskan siapa/kelompok mana yang telah melakukan pelanggaran HAM Berat dan siapa yang menjadi korban. Maka dalam kasus 1965 dengan mudah Umat Islam dan TNI diposisikan sebagai tertuduh. Sementara PKI dibela sebagai korban dan akan mendapatkan ganti kerugian. Kemudian dengan terbitnya Inpres No.2/2023 sebagai tindak lanjut Keppres No.17/2022 semakin memperjelas keberpihakan rezim Jokowi kepada pihak PKI, yang sudah dibubarkan melalui TAP MPR.
9. Umat Islam dijadikan target pelumpuhan melalui stigmatisasi teroris, radikal, intoleran bahkan politik identitas. Moderasi beragama disimpangkan untuk sekularisasi, pengambangan nilai dan de-Islamisasi. Sementara pragmatisme, mistisisme, hedonisme dan machiavelisme tambah berkembang menjadi-jadi.
Menimbang dan memperhatikan berbagai permasalahan di atas, kami dari FORUM NASIONAL UNTUK DAULAT RAKYAT dengan ini menyatakan:
Pertama, menuntut Presiden Prabowo menjalankan kekuasaan dan pemerintahan sesuai Pancasila, konstitusi dan daulat Rakyat, serta konsisten melaksanakan apa yang disampaikan dalam pidato pelantikan sebagai Presiden di Gedung MPR, sekaligus membebaskan diri dari cengkeraman politik oligarki nepotis Joko Widodo.
Kedua, menuntut DPR, DPD dan MPR menjalankan kewenangan sesuai UUD 1945 untuk segera memproses pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, karena tidak memenuhi syarat sebagai Wakil Presiden.
Ketiga, menuntut Presiden Prabowo memproses hukum para konglomerat hitam yang telah bekerjasama mendukung rezim oligarki Joko Widod penyebab kesengsaraan rakyat dan kerugian negara.
Keempat, mengajak seluruh komponen rakyat untuk menuntut agar berbagai kejahatan dan pelanggaran hukum Joko Widodo diproses di pengadilan.
"Pernyataan sikap dan tuntutan ini dibuat dan disampaikan sebagai wujud tanggung jawab bersama dalam menegakkan daulat dan amanat rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," tutup Marwan di ujung pernyataan sikap FNDR yang dibacakannya. (rhm)