Jakarta, Harian Umum- Tim 11 Persaudaraan Alumni (PA) 212 meminta Istana mengusut tuntas bocornya pertemuan tim itu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (22/4/2018) siang.
Pasalnya, pertemuan tersebut merupakan pertemuan tertutup dan rahasia, namun kemudian pertemuan itu bocor, sehingga foto dan pemberitaannya menjadi konsumsi media.
"Kami diundang ke sana. Saat mau masuk, hape tidak boleh dibawa dan kami juga tidak boleh memotret atau merekam. Bahkan ketika kami duduk bersama Presiden, fotographer (yang sedang memotret kami) dihentikan dan disuruh keluar. Artinya, ini pertemuan tertutup dan rahasia. Jadi, bukan kami yang meminta pertemuan dilakukan secara tertutup dan rahasia," tegas anggota Tim 11 Ustad H Yusuf Muhammad Martak saat jumpa pers di sebuah restoran di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (25/4/2018).
Tim mengaku kaget dan menyesalkan ketika kemudian mereka mendapati berita tentang pertemuan itu berikut fotonya, muncul di media.
Meski demikian anggota Tim 11 yang juga ketua umum PA 212, Slamet Ma'arif, mengatakan, pihaknya tak ingin berpikir bahwa mereka dijebak Istana, tapi menduga ada pihak ketiga yang sengaja ingin mengadu domba Presiden dengan Tim 11 dan umat Islam.
"Karena itu kami minta Istana mengusut tuntas bocornya foto dan berita tersebut karena ini merupakan kelalaian aparat Istana yang tidak bisa menjaga rahasia negara," tegasnya.
Ustad Yusuf Muhammad Martak mengaku, dalam pertemuan itu tim sama sekali tidak bicara tentang politik, apalagi soal dukung mendukung dalam rangka Pilpres 2019, karena fokus pada masalah kriminalisasi ulama, aktivis Islam maupun Aktivis 212.
"Sembilan bulan yang lalu, saat ulama diundang Presiden ke Istana, secara langsung kami telah meminta agar jangan ada ulama yang dikriminalisasi hanya karena berseberangan dengan pemerintah, dan kala itu Presiden langsung memerintahkan Menkopolhukam (Wiranto) agar menanganinya. Tapi sampai sekarang, ternyata tak ada kasus kriminalisasi ulama yang diselesaikan. Sementara laporan-laporan yang tidak jelas justru ditindaklanjuti," jelas ketua umum yang juga jubir GNPF-Ulama ini.
Ia mencontohkan laporan yang tak jelas tersebut, antara lain laporan tentang dugaan makar yang membuat sejumlah aktivis seperti Ratna Sarumpaet dan Sekjen PA 212 Muhammad Al Khathathah ditahan dan dipenjara, dan kasus chat seks Habib Rizieq Shihab yang diduga kuat hasil rekayasa pihak tertentu.
Di sisi lain, laporan ulama tentang penistaan dan penghinaan terhadap agama Islam justru banyak yang tidak ditindaklanjuti, sehingga untuk kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur Ahok, umat Islam terpaksa harus menggelar Aksi Bela Islam hingga berkali-kali.
"Bahkan saat ini ada kader Parpol yang telah dilaporkan menistakan agama, maju sebagai cagub dan cawalkot di Pilkada serentak 2018," sesalnya.
Ketika ditanya bagaimana pertemuan itu terjadi, apakah Istana mengundang Tim 11 atau sebaliknya, Tim 11 yang mengajukan diri untuk dapat bertemu Presiden? Anggota Tim 11 yang juga ketua umum Persatuan Muslim Indonesia (Permusi), H Usamah Hisyam, menjelaskan kronologinya.
Kata dia, berawal dari adanya rencana kepulangan Habib Rizieq ke Indonesia dari Arab Saudi pada 21 Februari 2018, maka pada 12 Februari 2018 Tim 11 menggelar rapat untuk melakukan penyambutan agar kepulangan imam besar umat Islam Indonesia itu dapat lancar dan aman.
Saat rapat, disepakati bahwa rencana penyambutan kepulangan Habib Rizieq akan segera diberitahukan kepada Jokowi, dan kesepakatan itu disampaikan kepada Habib Rizieq.
"Habib setuju bertemu dengan Presiden setelah kembali ke Tanah Air, dengan syarat kasus-kasus kriminalisasi terhadap ulama dihentikan," imbuh Usamah.
Tim 11 lalu mengutus Usamah untuk berkomumikasi dengan Jokowi karena seperti diakui sendiri oleh ketua umum Permusi itu, dia memang kerap berkomunikasi dengan Jokowi.
"Tapi pada hari yang telah ditentukan, pertemuan dengan Presiden gagal, namun pada 14 April 2018 saya mendapat info dari Istana kalau presiden mengundang saya ke Istana di Jakarta pada 19 April pukul 15:30 WIB," imbuh Usamah.
Dalam pertemuan tersebut, Usamah mengaku Jokowi menanyakan apa materi yang akan dibahas Tim 11, dan Usamah memberi tahu tentang tuntutan Habib agar kasus-kasus kriminalisasi terhadap ulama dihentikan, sekaligus mengingatkan soal janji Jokowi pada pertemuan sembilan bulan sebelumnya.
"Malamnya saya kembali diberitahu Istana kalau Presiden menyiapkan waktu untuk bertemu Tim 11 di Istana Bogor pada Ahad tanggal 22 April, setelah shalat zuhur," imbuhnya.
Ketika harianumum.com bertanya kepada Slamet Ma'arif tentang bagaimana sikap PA 212 setelah pertemuan itu?Apakah akan mendukung gerakan #2019GantiPresiden atau akan mendukung Jokowi menjadi presiden untuk periode kedua? Ketua Umum PA 212 ini kembali menegaskan pernyataan Tim 11 bahwa saat ini pihaknya belum bicara tentang dukung mendukung Capres.
"Kita baru akan membahas masalah kriteria capres pada Rakornas (rapat koordinasi nasional) bulan Mei mendatang," katanya.
Meski demikian ia mengakui kalau pemerintahan yang dipimpin Jokowi jauh dari harapan karena pemerintahan ini justru mempermudah tenaga kerja asing bekerja di Indonesia, terutama dari China; terkesan membiarkan tumbuh dan berkembangnya kembali ideologi komunis; penegakkan hukum tajam ke umat Islam tapi tumpul ke pendukung pemerintah; ulama dan pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah dikriminalisasi; dan pertumbuhan ekonomi pun tidak seperti yang dijanjikan. (rhm)







