Jakarta, Harian Umum - Serangan balasan rudal Tomahawk sebanyak 59 buah Kepada rezim Bashar al-Assad oleh Amerika membuat geram Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menuding serangan udara Amerika Serikat terhadap pemerintah Suriah merupakan agresi terhadap negara berdaulat dan melanggar norma-norma hukum internasional.
Menurut Putin, langkah AS pasti akan menciptakan hambatan serius untuk menciptakan koalisi internasional untuk memerangi terorisme, itu bisa memperburuk hubungan AS-Rusia.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan potensi serangan langsung antara AS dan Rusia di Suriah telah meningkat secara signifikan sejak serangan rudal AS.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan berencana meningkatkan efektivitas sistem pertahanan udara di Suriah menyusul serangan itu. Peskov menambahkan bahwa serangan udara AS pada Suriah dilakukan untuk kepentingan Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS dan organisasi teroris lainnya.
“Dalam rangka melindungi objek sensitif dari infrastruktur Suriah, beberapa langkah untuk meningkatkan efektivitas sistem pertahanan udara angkatan bersenjata Suriah akan dilaksanakan," kata juru bicara kementerian Igor Konashenkov seperti dikutip CNN.
Presiden AS Donald Trump memerintahkan serangan terhadap pangkalan udara dari mana serangan senjata kimia diluncurkan terhadap Suriah.
Dalam pernyataan sebelumnya, pihak otoritas Kremlin mengatakan Suriah tidak memiliki senjata kimia dengan merujuk pada laporan inspektur Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Vladimir Putin meyakini tindakan tersebut mengabaikan informasi faktual tentang penggunaan oleh senjata kimia drastis memperburuk situasi. Langkah yang dilakukan Washington ini telah jadi pukulan serius bagi hubungan Rusia-AS, yang sudah dalam keadaan yang buruk,” katanya dia.
Iran juga Kutuk Serangan Amerika ke Suriah
Iran sekutu rezim Suriah juga mengutuk serangan militer Amerika Serikat ke Suriah pada 6 April 2017.
"Aksi sepihak itu sangat berbahaya, destruktif dan melanggar prinsip-prinsip hukum internasional," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Ghasemi, Jumat, 7 April 2017, sebagaimana dilaporkan kantor berita ISNA.
Ghasemi menguraikan, Iran penah menjadi korban terbesar penggunaan senjata kimia dalam sejarah ketika Irak menggunakan senjata kimia selama perang pada 1980-an melawan Republik Islam.
Dia mengatakan, Iran mengutuk serangan misil terlepas dari siapa pelaku dan korban dari penggunaan senjata kimia di Suriah, Selasa pekan lalu.
Rusia dan Iran merupakan sekutu Presiden Suriah Bashar al-Assad paling kuat dan telah memberikan kekuatan militer. Mereka juga ikut terjun dalam perang saudara enam tahun yang lalu.







