Jakarta, Harian Umum - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno diminta mengaudit semua perjanjian kerjasama (PKS) yang diteken Pemprov DKI dengan pihak ketiga, termasuk yang diyeken pada periode lima tahun terakhir (2012-2017).
Pasalnya, tak sedikit dari PKS-PKS tersebut yang hanya merugikan keuangan daerah dan menyebabkan hilangnya aset daerah.
"Contohnya kerjasama antara Pemprov dengan PT SAWU untuk peningkatan pelayanan pengujian kendaraan bermotor untuk Kotamadya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat," jelas pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada harianumum.com di Jakarta, Jumat (8/12/2017).
Ia menambahkan, perjanjian yang diteken pada 30 September 1992 itu sempat diadendum pada 29 Maret 2001, sehingga kerjasama disepakati baru berakhir pada 2012.
"Tapi tidak tahu bagaimana, kerjasama itu dilanjutkan sampai sekarang," imbuhnya.
Yang lebih tragis, lanjut pengamat yang juga ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) tersebut, ketika kerjasama itu mau dibahas, surat perjanjian kerjasama itu ternyata hilang, dan tak berhasil ditemukan. Termasuk saat dicari dibagian kearsipan.
"Yang lebih aneh, berkas adendum PKS itu pun hilang," imbuhnya.
Amir curiga kalau ada konspirasi yang melibatkan oknum pejabat terkait dengan PT SAWU, karena sesuai pasal 2 PKS, perusahaan itu berkewajiban sebagai berikut:
- Menyediakan lahan seluas sekitar 20.000 m2 yang terletak di Jalan M Kahfi II Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan
- Membangun dan membiayai pembangunan sarana dan prasarana Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) di atas lahan tersebut
- Menyediakan peralatan PKB beserta komponen kelengkapannya yang telah disetujui instansi berwenang
- Menyerahkan tanah, bangunan, dan peralatan tersebut kepada Pemprov DKI saat PKS berakhir.
Ternyata, kata Amir, tidak satu pun dari kewajiban tersebut dipenuhi PT SAWU.
"Bahkan lahan yang disiapkan hanya sekitar 11.000 m2!" imbuhnya.
Indikasi adanya kongkalikong dalam kerjasama ini. tegas Amir, juga terendus dari adanya fakta kalau PT SAWU meminta PKS diperpanjang karena sesuai pasal 9 ayat (2) PKS itu, jika kerjasama berakhir, PT SAWU dapat diberikan opsi perpanjangan kerjasama hingga 5 tahun dengan syarat dan kondisi yang akan diatur kemudian oleh kedua belah pihak.
"Untuk itu saya minta kerjasama ini diaudit, karena bagaimana bisa proyek yang hanya berupa pembangunan fasilitas PKB kok gak rampung selama 25 tahun, dan kontraktornya meminta agar kerjasama terus diperpanjang? Kalau ini bukan proyek multiyears, dalam setahun PT SAWU tidak merampungkan proyek itu, seharusnya sudah dikenai penalti, bahkan kemudian bisa diblacklist oleh Pemprov jika memang tidak profesioanl," tegas Amir.
Upaya Penyelesaian
Diakui, berdasarkan bocoran yang dia dapat, pada Oktober 2016 Sekda DKI Saefullah meminta legal opinion kepada Kajaksaan Tinggi (Kejati) agar kerjasama ini dapat diputus, dan pada 27 Desember 2016, melalui surta bernomor R-950/0.1/12/2016, Kejati menanggapi dengan menyarakan agar Sekda memutus kerjasama melalui proses litigasi sesuai ketentuan pasal 1365 KUHPerdata.
"Pada 25 Januari 2017, Sekda menindaklanjuti saran Kejati dengan menggelar rapat internal untuk membawa kasus ini ke pengadilan perdata. Nah, saat itulah diketahui kalau PKS dan adendumnya itu hilang, sehingga Pemprov batal menggugat karena tak punya bukti pendukung," jelas Amir.
Kemudian saat Rapim Gubernur pada 28 Agustus 2017, diputuskan untuk memperpanjang PKS dengan PT SAWU dengan syarat dan kondisi yang ditentukan oleh Dinas Perhubungan; dan PT SAWU menyerahkan lahan 11.000 m2 yang hingga kini masih dikuasai.
"Tapi karena luas lahan itu tidak sesuai dengan perjanjian awal, Oktober 2017 lalu Sekda berkirim surat ke BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pe!bangunan) Perwakilan DKI Jakarta untuk meminta pendapat apakah jika lahan seluas 11.000 m2 itu diterima, Pemprov tidak melanggar hukum," jelas Amir.
Menurut sumber aktivis senior ini, lahan 11.000 m2 yang telah dibebaskan PT SAWU saat ini dalam kondisi terlantar. (rhm)







