Jakarta, Harian Umum- Gubernur Jakarta Anies Rasyid Baswedan diminta mencabut Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 1874 Tahun 2017 tentang Dewan Pengawas Pada Unit Pengelola Perparkiran Periode Tahun 2017-2022 yang diterbitkan Gubernur Djarot Saiful Hidayat pada 11 Oktober 2017.
Pasalnya, keberadaan SK tersebut tak hanya membebani keuangan UP Perparkiran, tapi juga menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga sejenis yang selama ini telah ada di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tersebut, yakni Satuan Pengawas Internal (SPI).
"Selama ini di UP Perparkiran sudah ada SPI, sehingga dengan terbitnya SK Gubernur itu, maka di UP Perparkiran sekarang punya dua lembaga pengawas, yakni SPI dan Dewan Pengawas (semula diberitakan sebagai Badan Pengawas, red)," ujar Ragil, pegawai tetap non PNS UP Perparkiran kepada harianumum.com melalui pesan WhatsApp, Rabu (12/9/2018).
Dikutip dari bagian kedua SK Gubernur tersebut diketahui kalau Dewan Pengawas memiliki tugas dan kewajiban sebagai berikut:
1. Memberikan pendapat dan saran kepada Gubernur mengenai Rencana Bisnis Anggaran (RBA) yang diusulkan oleh pejabat pengelola UP Pengelola Perparkiran
2. Mengikuti perkembangan kegiatan perparkiran
3. Melaporkan kepada gubernur apabila terjadi gejala menurunnya kinerja UP Perparkiran
4. Memberikan pertimbangan manajemen kepada pejabat pengelola UP Perparkiran
Bagian ketiga dari SK Gubernur tersebut menyatakan; "Hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada diktum KEDUA dilaporkan kepada gubernur secara berkala paling sedikit satu kali dalam satu semester atau sewaktu-waktu apabila diperlukan".
Ragil mengatakan, dari apa yang terjadi selama ini, ia yakin Dewan Pengawas tidak melakukan keempat tugas dan kewajiban yang diamanatkan SK Gubernur tersebut, karena pengelolaan 35 titik parkir milik PD Pasar Jaya oleh UP Perparkiran, juga penerapan sistem Terminal Parkir Elektronik (TPE), merugi. Dan untuk menutupinya, dengan dalih ada temuan BPK atas laporan keuangan UP Perparkiran tahun 2016, pada 15 Oktober - 15 Desember 2017 manajemen memotong uang remunerasi pegawai antara Rp2 juta hingga Rp6 juta/orang atau total Rp1,6 miliar. Padahal temuan BPK hanya Rp172 juta. Itu pun bukan karena kerugian pada pengelolaan 35 titik parkir milik PD Pasar Jaya dan penerapan sistem TPE, melainkan karena kesalahan manajemen dalam menempatkan gaji pegawai PKWT yang menangani 35 titik parkir PD Pasar Jaya dan TPE, ke dalam anggaran belanja barang dan jasa.
"Jadi, jelas ada manipulasi di sini untuk menutupi kerugian pada pengelolaan parkir PD Pasar Jaya dan penerapan sistem TPE, dan ini juga membuktikan kalau UP Perparkiran dikelola secara tidak profesional. Kalau Dewan Pengawas aktif dan rajin melapor ke gubernur, saya yakin gubernur pasti sudah turun tangan untuk melakukan pembenahan. Apalagi karena UP Perparkiran merupakan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah)," imbuhnya.
Ragil mencurigai kalau Dewan Pengawas selama ini jarang bekerja, karena kantormya yang berada dalam satu area dengan kantor pusat UP Perparkiran di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur, hampir selalu kosong dan para personilnya pun hampir tak pernah terlihat.
"Lagipula untuk apa sih Gubernur (Djarot Saiful Hidayat) membentuk Dewan Penasehat? Lha, wong di UP Perparkiran sudah ada SPI. Dengan adanya Dewan Pengawas, maka saat ini di UP Perparkiran ada dua lembaga yang mengawasi, ditambah Dinas Perhubungan sebagai SKPD yang membawahi UP Perparkiran, dan Inspektorat," imbuhnya.
Yang lebih miris, gaji lima personil Dewan Pengawas yang terdiri dari ketua, wakil dan tiga anggota, ditanggung UP Perparkiran sebesar Rp17 juta/orang/bulan, atau Rp12 miliar/tahun, sehingga Ragil mengakui, dengan pengelolaan yang tidak profesional, keberadaan Dewan Pengawas hanya menjadi beban bagi pegawai UP Perparkiran.
"Pada 18 Juli 2018 lalu remunerasi kami dipotong lagi dengan alasan pemasukan bulan Juni 2018 turun. Jadi, bayangkan saja, dengan kondisi seperti ini UP Perparkiran harus menanggung lima orang yang tak jelas kinerjanya dengan gaji Rp17 juta/bulan/orang," katanya.
Ragil pun meminta Gubernur Anies Baswedan agar mencabut SK Gubernur Nomor 1874 Tahun 2017 tersebut, dan menyehatkan UP Perparkiran agar menjadi BLUD yang profesional.
Seperti diketahui, selama ini pegawai UP Perparkiran mengeluhkan suasana kerja yang tak nyaman akibat kebijakan Kepala UP Perparkiran Tiodor Sianturi yang dinilai sewenang-wenang. Indikasinya antara lain dari pemotongan remunerasi dengan alasan yang tidak sesuai dengan hasil audit BPK, dan kebijakan-kebijakannya yang tidak memperlihatkan sikap seorang profesional.
Selain pemotongan remunerasi, Tiodor dituding tidak mencairkan uang pembelian seragam bagi 2.600 juru parkir, dan hingga kini lebih dari 200 juru parkir masih belum menerima THR hanya gara-gara tak punya rekening bank.
Yang disesalkan pegawai, meski ada Dewan Pengawas dan SPI, kedua lembaga ini seperti tidak melakukan apa-apa, meski mereka pun pasti tahu kalau pemotongan remunerasi tidak memiliki payung hukum.
Sebelumnya, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Muallif ZA, telah meminta agar Anies mengevaluasi keberadaan Badan Pengawas (BP) Perparkiran, yang di dalam SK Gubernur disebut Dewan Pengawas, karena keberadaan badan ini menimbulkan dobel kewenangan dengan Inspektorat.
"Semua kegiatan memang harus ada yang mengawasi, tapi kalau berada di bawah dinas, dalam struktural SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), tidak perlu ada Badan Pengawas, karena pengawasnya adalah dinas yang berada di atasnya," jelas Muallif, Jumat (7/9/2018).
Politisi PKB ini menambahkan, Badan Pengawas hanya boleh berada di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), karena perusahaan plat merah itu berada di luar struktur SKPD dan memiliki hak untuk mengelola keuangan sendiri, sehingga perlu diawasi.
"Tapi kalau Badan Layanan Umum (BLU) seperti Unit Pengelola (UP) Perparkiran yang berada di bawah Dinas Perhubungan, BP tidak diperlukan karena pengawasnya adalah Dishub. Kalau ada BP, maka di UP Perparkiran ada dobel kewenangan, yakni kewenangan Dishub sebagai pengawas, dan kewenangan Inspektorat yang juga bertindak sebagai pengawas seluruh SKPD maupun UKPD (Unit Kerja Perangkat Daerah)," katanya. (rhm)