Jakarta, Harian Umum- Pemprov DKI Jakarta pada tahun angaran (TA) 2017 mengalami kebocoran hingga Rp83.967.155.000 akibat penyelenggaraan reklame yang tidak dikelola dengan baik oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.
"Saya yakin potensi kebocoran akan lebih besar kalau BPK dapat mengaudit semua titik reklame yang tak punya izin maupun yang kontraknya telah habis, namun tidak dilelang kembali oleh BPAD (Badan Pengelola Aset Daerah)," ujar Ketua Jakarta Public Service (JPS) Syaiful Jihad kepada harianumum.com, Selasa (7/8/2018).
Menurut dia, keyakinannya itu didasari fakta bahwa ribuan reklame digital yang bertebaran di Kawasan Kendali Ketat dan reklame konvensional yang bertebaran di Kawasan Kendali Sedang dan Kawasan Kendali Rendah, hampir seluruhnya tidak berizin dan izinnya telah kadaluarsa akibat kontrak yang telah habis.
"Kalau kita baca Perda Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pajak Reklame, di situ ada tarif reklame di jalan protokol dan non protokol. Bisa dihitung dengan ukuran sekian dan tarif sekian, berapa tarif reklame yang harus dibayar pengusaha per hari. Lalu kalikan dengan jumlah reklame yang ada. Itu nilainya bisa ratusan miliar," tegasnya.
Menurut data, Perda Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pajak Reklame menetapkan, tarif di jalan protokol A Rp15.000/m2/hari, protokol B Rp10.000/m2/hari, protokol C Rp8.000/m2/hari. Kawasan Kendali Ketat berada dalam kawasan jalan ini
Sementara itu tarif reklame ekonomi kelas I Rp5.000/m2/hari, kelas II Rp3.000/m2/hari, kelas III Rp2.000/m2/hari dan dan jalan lingkungan Rp1.000/m2/hari:-)
Hasil Audit BPK
Dikutip dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan DKI Jakarta atas audit terhadap APBD DKI 2017, diketahui ada 118 titik reklame yang terpasang di sarana dan prasarana kota, beroperasi tanpa melalui proses lelang dan tidak didukung perjanjian kerja sama (PKS).
Ke-118 titik reklame ini mejeng di bahu jalan dan jembatan penyeberangan orang (JPO).
"Dari jumlah tersebut, yang dapat dilakukan perhitungan oleh Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) hanya 40 reklame, sehingga terdapat potensi kekurangan penerimaan senilai Rp79.382.755.000," ujar BPK dalam LHP tersebut.
BPK juga menemukan 3 titik reklame hasil lelang pada 2014 yang sudah habis masa sewanya, namun masih terpasang di JPO. Ketiga reklame ini dua di antaranya berada di Jalan HR Rasuna Said depan Pasar Fesfival dan satu di Jalan Sudirman depan Ratu Plaza.
Ketiga reklame yang salah satunya merupakan milik PT PH itu berpotensi mendatangkan penerimaan bagi Pemprov DKI sebesar Rp3.471.150.000.
BPK juga menemukan satu titik reklame yang tidak didukung PKS yang beotensi mendatangkan penerimaan bagi Pemprov DKI sebesar Rp1.113.250.000. Reklame ini milik PT MAP dan berlokasi di Jalan HR Rasuna Said depan Hotel Four Season.
"Berdasarkan penjelasan Kasubid Pemanfaatan Aset BPAD diperoleh keterangan bahwa pada TA 2017 BPAD tidak menyelenggarakan pelelangan titik reklame, sehingga tidak terdapat pendapatan dari lelang titik reklame dan belum melakukan invemtaris titik reklame," ujar BPK dalam LHP-nya.
BPK menyebut, dengan adanya ketiga temuan tersebut, terdapat potensi pendapatan yang belum diterima Pemprov DKI sebesar Rp83.967.155.000.
Pada 2017, Pemprov menargetkan pendapatan lain-lain PAD sebesar Rp5,18 miliar, dan terealisasi Rp6,287 miliar atau 121,33%. Namun realisasi itu tidak termasuk penerimaan dari sewa titik reklame. Bahkan target pemasukan dari izin penyelenggaraan reklame yang dipatok sebesar Rp70 miliar, hanya terealisasi Rp22,15 miliar atau 31,65%.(rhm)