Jakarta, Harian Umum -- Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Arief Anshory Yusuf mengusulkan agar ambang batas garis kemiskinan Indonesia dinaikkan menjadi Rp765 ribu/orang/bulan.
Usulan ini disampaikan karena Arief menilai, ambang batas garis kemiskinan Indonesia sudah terlalu lama tidak diperbarui, dan ambang batas yang berlaku saat ini, yang sebesar Rp595 ribu, terlalu rendah.
"Menurut saya, idealnya, itu minimal jangan lebih rendah dari standar lower middle income. Standar lower middle income kan Rp765 ribu," ujar Arief seperti dilansir CNN Indonesia, Rabu (11/6/2025).
Ia mengingatkan bahwa Bank Dunia juga sudah menaikkan ambang batas kemiskinan ekstrem menjadi US$3/hari/orang. Artinya, garis kemiskinan ekstrem dunia sekitar Rp546 ribu/orang/bulan. Angka itu diambil dari rata-rata garis kemiskinan 23 negara di dunia.
"Angka garis kemiskinan Indonesia nyaris sama dengan negara-negara termiskin bila tidak direvisi," tegas Arief.
Meski demikian, Arief mengakui kalau menaikkan ambang batas garis kemiskinan memang tidak mudah karena ada potensi politisasi. Jika garis kemiskinan dinaikkan ke Rp750 ribu/bulan, dia memprediksi angka kemiskinan naik hingga 20 persen.
Meski demikian, katanya, langkah itu tetap harus diambil karena garis kemiskinan yang terlalu rendah tidak mencerminkan kondisi nyata di masyarakat.
Selain itu, angka kemiskinan akan terlihat semakin rendah secara statistik, akan tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak mampu.
"Misalnya, yang miskin 7-8 persen. Mana? Coba cek data tunggakan BPJS Kesehatan, itu hidup-mati loh, setahu saya 50 persen menunggak. Itu cuma Rp20 ribuan, tapi orang enggak bisa bayar, miskin enggak?" ucapnya.
"Lalu angka malnutrisi masih tinggi, 220 ribuan. Jadi menurut saya 8 persen itu masih terlalu rendah," imbuhnya.
Arief mengatakan kajian menaikkan garis kemiskinan Indonesia sedang dilakukan pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS), dan hasilnya akan diumumkan tahun ini.
"Ini momentum ya, praktiknya lebih baik di tahun pertama pemerintahan baru. Karena kalau sudah di tengah pemerintahan, risikonya menjadi lebih besar karena takutnya pemerintahan itu akan di-judge menambah kemiskinan," pungkas Arief.(man)