Jakarta, Harian Umum- Satpol PP DKI Jakarta diduga melanggar pasal 65 ayat (2) huruf b Pergub Nomor 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Reklame, saat membongkar reklame di Jalan Thamrin Boulevard, Tanah Abang, Jakarta, Pusat, pada 6 April 2019.
Pasalnya, pembongkaran itu tidak tuntas, karena tiang konstruksi reklame tersebut yang berwarna hitam dan tinggi menjulang, hingga Jumat (3/5/2019) ini masih berdiri kokoh.
"Ya, itu melanggar pasal 65 ayat (2) huruf b Pergub Nomor 148 Tahun 2017," kata Ketua Serikat Pengusaha Reklame Jakarta (SPRJ) Didi O Affandi melalui pesan WhatsApp, Jumat (3/5/2019).
Pasal 65 ayat (2) huruf b Pergub Nomor 148 Tahun 2017 menyatakan; "Pembongkaran konstruksi reklame beserta pondasinya".
Sebelumnya, saat penertiban, Kabid Tramtibum Satpol PP, TP Purba, mengatakan, reklame milik PT Central Reterindo itu tidak tercatat di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP), sehingga dinyatakan ilegal.
Reklame itu kemudian diberi Surat Peringatan (SP) 1 pada 14 Agustus 2018, disusul SP2 pada 18 Aguatus 2018, dan SP3 pada 30 Agustus 2018.
Purba juga menyebut kalau reklame itu masuk dalam penertiban tahap I yang menyasar 60 titik reklame di Kawasan Kendali Ketat.
Menanggapi hal ini, Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menilai, sejak mutasi besar-besaran yang dilakukan Gubernur Anies Baswedan pada 25 Februari 2019, dan dalam mutasi itu sejumlah pejabat yang terlibat dalam operasi penertiban reklame tak berizin ikut dimutasi, seperti Kabid Tramtibum Satpol PP Jan H Oslan, Sekretaris Satpol PP Kusmanto dan kepala Satpol PP Yani Wahyu Purwoko, kualitas dan kuantitas penertiban cenderung menurun.
"Dulu, sebelum mutasi, hampir tiap hari kita disuguhi berita tentang penertiban reklame oleh Tim Terpadu dengan didampingi KPK RI, tapi setelah mutasi, penertiban yang baru sekali dilakukan pun ternyata tidak memenuhi standar prosedur yang diatur dalam Pergub 148," katanya.
Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini pun menyarankan kepada Gubernur Anies Baswedan agar meminta SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk memastikan bahwa Kasatpol PP Arifin yang juga merupakan ketua Tim Terpadu Penertiban Penyelenggaraan Reklame (T2P2R), berada di track yang benar dalam melanjutkan penertiban reklame.
"Saya kaget ketika membaca statemen dia di media bahwa untuk penertiban yang saat ini dilakukan, tidak ada pembekuan izin bagi pengusaha yang tidak mau menebang sendiri reklamenya, tidak sebagaimana dilakukan Kasatpol PP pendahulunya. Saya lebih kaget lagi ketika dia juga mengatakan, saat ini tak ada penertiban karena ada penyelenggaraan Pemilu," imbuh Amir.
Menurut aktivis yang sejak 1970an malang melintang di Ibukota ini, tak ada kaitan antara Pemilu dengan penertuban reklame.
"Pembongkaran reklame kan biasanya dilakukan malam hingga pagi hari, dan berada di jalan raya. Sementara penyelenggaraan Pemilu dari pagi sampai malam, dan TPS-TPS berada di pemukiman penduduk. Itu cuma alasan yang dicari-cari,' tegasnya.
Meski demikian Amir tak ingin menduga-duga ada apa di balik penurunan kualitas dan kuantitas penertiban reklame pasca mutasi besar-besaran.
"Tapi saya rasa kalau mereka mencoba main mata dengan pengusaha, mereka akan menyesal sendiri karena selain ada KPK yang mendampingi penertiban ini, Gubernur pasti akan ngamuk jika melihat Program Penertiban Reklame-nya mandeg," pungkas Amir.
Seperti diketahui, Gubernur Anies Baswedan menerjunkan T2P2R untuk menertibkan reklame-reklame tak berizin dan yang keberadaannya tidak sesuai ketentuan dalam Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pergub Nomor 148 Tahun 2017 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Reklame, setelah audit BPK atas laporan keuangan DKI tahun anggaran 2017, menemukan adanya potensi kebocoran hingga Rp50 miliar lebih dari pajak reklame.
T2P2R mulai diterjunkan pada 19 Oktober 2018 dengan target 60 titik reklame yang berada di Kawasan Kendali Ketat Jalan Thamrin, Sudirman, S Parman, MT Haryono, Gatot Subroto dan HR Rasuna Said. Penertiban tahap.I ini berakhir pada Desember 2018 dengan hasil antara lain izin 15 perusahaan dibekukan karena tak mau menebang sendiri reklamenya hingga 6 Desember 2018.
Untuk penertiban tahap II, kata Kasatpol PP Arifin, pengusaha diberi waktu untuk menebang sendiri reklamenya hingga 21 April 2019, namun pengusaha yang tidak menebang reklamenya tidak dikenai sanksi karena katanya, pemberian batas waktu hanya untuk menggugah kesadaran pengusaha agar lebih taat pada peratutan.
Hingga pekan pertama Mei 2019, menurut informasi yang dihimpun, tak ada reklame yang dibongkar Satpol PP selain pembomgkaran di Jalan Thamrin Boulevatd pada 6 April, dan dua titik reklame di Pusat Sejarah TNI Jalan Gatot Subroto yang dibongkar sendiri oleh perusahaan pemiliknya pada 29 Maret 2019. (rhm)