Jakarta, Harian Umum- Kebijakan Pemprov DKI Jakarta membongkar Kampung Akuarium, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, pada April 2016 ternyata hingga kini masih menyisakan kisah pedih bagi sebagian kecil warga yang digusur dari permukiman padat penduduk tersebut.
Pasalnya, selain harus kehilangan rumah yang telah ditempati selama bertahun-tahun, di antara mereka juga ada yang menjadi korban janji manis salah seorang sekretaris kelurahan (Sekkel) di Kecamatan Penjaringan.
"Orang itu sekarang sudah pensiun. Inisialnya ES," ujar Dede, warga Rusun Kapuk, Jakarta Utara, kepada harianumum.com di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2019).
Perwakilan warga yang menjadi korban ES ini bercerita kalau setelah Kampung Akuarium diratatanahkan oleh Gubernur Ahok, Gubernur DKI Jakarta saat itu, ES mendatangi warga dan menjanjikan akan mengupayakan agar warga mendapatkan unit hunian di Rusun Kapuk dengan hanya membayar Rp2 juta/kepala keluarga (KK).
Lebih dari tiga orang termakan bujuk rayu itu. Seorang di antaranya bernama Teguh.
"Tapi sampai sekarang hunian yang dijanjikan tidak ada," imbuh Dede.
Pria 35 tahun ini mengakui kalau para korban sudah bolak-balik menagih janji ES, namun tak ada hasilnya, sehingga akhirnya putus asa dan meminta bantuan dirinya.
"Beberapa hari yang lalu saya sempat menemui Pak Gubernur Anies Baswedan di Balaikota untuk mengadukan masalah warga ini, dan Pak Anies menyarankan saya untuk menyampaikan dokumen pengaduan kepada stafnya. Sudah saya lakukan. Laporan diterima Pak Idhan," imbuhnya.
Namun Dede mengakui kalau dari dokumen yang ia berikan, menurut Pak Idhan ada yang kurang. Yakni surat keterangan dari kelurahan sebagai bukti bahwa warga memang korban gusuran Kampung Akuarium (surat PM-1).
"Saya sudah ke Kelurahan Penjaringan di Kecamatan Penjaringan dimana para korban tinggal, tapi Pak Lurah Penjaringan tak mau mengeluarkan surat itu dengan alasan kalau saat ini tidak ada gusuran. Saya jadi bingung, karena ini kan memang bukan permasalahan yang sekarang, tapi masalah tahun 2016," katanya.
Dalam kebingungan tersebut, Dede berkordinasi dengan Leonard Moko, seorang aktivis, dan diajak menemui Nursyahbani Katjasungkana, aktivis yang saat ini menjadi anggota Komisi Pencegahan Korupsi (KPK) DKI Jakarta.
"Siapa tahu dari Mbak Nur ada jalan keluar," kata Leo, saat mengungkapkan alasan mengapa dia mengajak Dede menemui Nursyahbani.
Ketika ditanya apakah korban tidak berniat melapor ke polisi, mengingat yang mereka alami bisa masuk tindak pidana penipuan? Dede menjawab belum ada niat.
"Para korban masih ingin masalah ini diselesaikan dengan baik karena mereka butuh tempat tinggal. Saat ini mereka ada yang tinggal di kontrakan dan di shelter yang dibangun Pak Anies Baswedan," katanya.
Dede mengaku pernah mendatangi rumah ES, namun yang bersangkutan tidak ada.
"Istrinya bilang dia sedang pulang kampung dan belum kembali," pungkasnya. (rhm)