Jakarta, Harian Umum - Proyek LRT Jabodebek dililit banyak masalah, sehingga peresmian operasional moda transportasi yang dibangun sejak 2015 itu kemungkinan diundur dari rencana semula pada 18 Agustus 2023.
Banyaknya masalah pada moda transportasi berbasis rel itu diketahui selama masa uji coba yang baru berlangsung sejak 17 Juli 2023, tetapi dihentikan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) setelah berjalan empat hari.
Padahal, semula uji coba operasional terbatas itu direncanakan berlangsung sampai 24 Juli 2023.
Akibat dari penghentian itu, warga yang telah mendaftar untuk mengikuti uji coba, banyak yang belum dapat menikmati LRT itu.
"Pada umumnya uji coba berjalan lancar, (tapi) ada beberapa hal yang mesti dilakukan untuk perbaikan, termasuk penyempurnaan pada sistem software," kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Risal Wasal, dalam keterangan tertulisnya sebagaimana dilansir kompas.com, Jumat (4/8/2023).
Berikut permasalahan yang dihadapai LRT Jabodebek:
1. Koordinasi antar kontraktor amburadul
Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo mengatakan, dari banyaknya pihak yang terlibat dalam pengerjaan proyek LRT Jabodebek, tapi tidak ada integrator atau penghubung di dalamnya, sehingga setiap pihak bekerja masing-masing dan berdampak pada terjadinya kesalahan koordinasi.
Unruk diketahui, pengerjaan fisik dan prasarana LRT Jabodebek melibatkan empat kontraktor utama yang terdiri dari 3 BUMN dan 1 perusahaan asing. Keempatnya adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebagai kontraktor pembangunan lintasan rel, stasiun dan sarana pendukungnya; PT Inka (Persero) sebagai produsen trainset kereta ringan; Siemens, perusahaan asal Jerman, sebagai perancang software development; dan PT Len Industri (Persero) sebagai perusahaan yang mengerjakan infrastruktur persinyalan dikerjakan.
"Di semua proyek besar itu ada sistem integrator, tapi ini enggak ada. Jadi, semua komponen proyek itu berjalan liar tanpa ada integrator di tengah," ujar Tiko, sapaan Kartiko Wirjoatmodjo, dalam acara "InJourney Talks", Selasa (1/8/2023).
2.Spesifikasi 31 rangkaian LRT berbeda-beda
Amburadulnya koordinasi antar kontraktor menyebabkan spesifikasi kereta LRT Jabodebek yang memiliki 31 rangkaian, menjadi berbeda-beda. Ini membuat sistem software harus diperbaiki dan membuat biayanya menjadi lebih tinggi.
"Siemens suatu hari call meeting, komplain sama saya. 'Pak ini software-nya naik cost-nya' 'Kenapa?' 'Spek kereta INKA-nya ini, baik dimensi, berat, maupun kecepatan dan pengeremannya berbeda-beda satu sama lain'," ungkap Tiko.
Padahal, kata dia, setiap rangkaian kereta yang tanpa masinis itu harus berhenti sejajar antara 'gate' di stasiun dan pintu kereta.
Maka dari itu, software-nya harus dilakukan penyesuaian kembali agar memiliki toleransi yang mampu membuat masing-masing rangkaian kereta berbeda spek itu bisa berhenti pada posisi yang sama.
"Jadi, 31 kereta itu beda spek semua, sehingga software-nya mesti dibikin toleransinya lebih lebar, supaya bisa men-capture berbagai macam dari spek itu," imbuh dia.
Menurut Tiko, penyesuaian ini dilakukan berkali-kali dan memakan waktu berbulan-bulan agar antara 'gate' di stasiun dan pintu kereta bisa sejajar.
Menurut dia, perbaikan-perbaikan yang dilakukan dalam 3,5 tahun terakhir ini, telah membuat LRT Jabodetabek semakin siap untuk dioperasikan.
Pihaknya bahkan rapat hingga ratusan kali untuk memastikan proyek ini berjalan dan rampung sesuai target.
"Ini effort dan kedetailan rapatnya sampai ke level very detail dan sangat melelahkan, dan rapatnya ratusan kali. Akhirnya, insyaallah nanti 28 Agustus 2023 akan COD," katanya.
3. Longspan salah desain
Tiko mengungkap masalah lain yang timbul dalam proyek LRT Jabodebek, yaitu bentuk jembatan bentang lengkung atau longspan yang dibangun di Kuningan ternyata salah desain.
Dia mengaku tak habis pikir dengan kontraktor yang membangun lintasan tersebut, PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Ini karena BUMN karya tersebut tidak melakukan semacam simulasi terkait tingkat kemiringan dan kecepatan LRT saat proses perencanaan.
"Kalau lihat longspan dari Gatot Subroto ke Kuningan kan ada jembatan besar, itu sebenarnya salah desain, karena dulu Adhi sudah bangun jembatannya, tapi dia enggak ngetes sudut kemiringan keretanya," ungkap Tiko.
Menurut Tiko, tingkungan tersebut kurang lebar sehingga kecepatan LRT harus melambat. Jika tingkungan jembatan itu digarap melebar, maka kereta LRT Jabodebek bisa tetap melaju dengan kencang.
"Jadi, sekarang kalau belok harus pelan sekali, karena harusnya itu lebih lebar tikungannya. Kalau tikungannya lebih lebar, dia bisa belok sambil speed up. Tapi karena tikungannya sekarang sudah terlanjur dibikin sempit, mau enggak mau keretanya harus jalan hanya 20 km per jam, pelan banget," jelas Tiko.
Peresmian Ditunda Lagi
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyebut tanggal operasional komersial LRT Jabodebek kemungkinan akan ditunda menjadi 20 atau 30 Agustus 2023.
"Kami tadi minta saran Pak Presiden. Pak Presiden sangat bijak, 'pokoknya kalian melakukan uji coba. Pada saat uji coba berhasil, kita buka.' Jadi bisa jadi menjadi 20 Agustus atau 30 Agustus," kata Menhub di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Dia mengungkapkan, selama sebulan penuh sejak 1 Agustus lalu, tim pengembang perangkat lunak (software) dari Siemens tengah memastikan kesiapan sistem operasi LRT Jabodebek.
"Kita sudah mendaftarkan kira-kira 10 tim atau orang dari Siemens untuk secara intensif dari 1 Agustus sampai 30 Agustus untuk memperhatikan," ucapnya.
Selain itu, LRT Jabodebek juga akan menjalani serangkaian tes uji coba sehingga dalam dua pekan mendatang akan ada perbaikan yang signifikan.
"Kereta api itu kalau berjalan dimulai, tidak bisa berhenti. Lebih baik kita konservatif dan tes itu bukan tes jalan saja. Ada 3 tes yang dilakukan, kita harus menjalankan 31 kereta trainset itu. Yang kedua, kita harus memberikan pembebanan dengan maksimum. Yang ketiga dia harus berjalan semuanya dengan beban dan headway 3 menit sekali," jelasnya.
Menyikapi hal ini, Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana, menilai, tidak ada urgensi tertentu yang mengharuskan LRT Jabodebek beroperasi tepat 18 Agustus 2023.
"Tidak ada keharusan untuk harus operasi komersial di 18 Agustus," katanya.
Melihat deretan masalah pada proyek LRT Jabodebek, menurutnya, sistem kendali kereta seperti persinyalan, sistem kendali otomatis, kehandalan operasi sarana kereta harus dipastikan sudah prima terlebih dahulu sebelum dioperasikan secara komersil.
Pasalnya, hal ini menyangkut pada aspek keselamatan dan keamanan masyarakat yang akan menjadi pengguna LRT Jabodebek.
"Keselamatan dan kelancaran operasional MRT yang harus di prioritaskan, termasuk juga sistem kendali keretanya," tegasnya. (sumber: Kompas.com)