Jakarta, Harian Umum - Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Inggard Joshua, mengingatkan Pemprov DKI Jakarta agar menata aset daerahnya dengan baik.
Pasalnya, soal aset daerah itu kembali menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat mengaudit laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta untuk tahun anggaran (TA) 2023, meskipun laporan itu diberi opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
"Apa yang menjadi kepemilikan daerah harus ditata dan dikelola dengan baik dan dikerjasamakan, sehingga menghasilkan kontribusi yang lebih besar untuk APBD," kata Inggard di gedung Dewan, Selasa (30/7/2024).
Ia mengeritik karena persoalan aset daerah tersebut sebenarnya sudah sangat lama, bahkan sejak sebelum Heru Budi Hartono menjadi Pj gubernur DKI Jakarta, tetapi masih saja menjadi temuan BPK.
Politisi Partai Gerindra ini menyebut kalau sepertinya ada oknum yang bermain mata dengan pengembang, sehingga kewajiban pengembang untuk menyerahkan fasos/fasum ke Pemprov DKI menjadi tak kunjung tuntas.
"Akibatnya, itu jadi ATM," katanya.
Di sisi lain, Inggard juga melihat adanya ketidakprofesionalan di kalangan pejabat terkait, sehingga ada aset yang hilang, berpindah tangan, bahkan menjadi sengketa sebagaimana yang terjadi pada lahan eks kantor walikota Jakarta Barat.
Untuk diketahui, dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta untuk TA 2023 yang diserahkan kepada DPRD DKI Jakarta pada tanggal 25 Juli 2024 lalu, BPK mengungkap sejumlah temuan
Yang pertama, BPK menemukan adanya aset tetap tanah di lokasi Surat Ijin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang berpotensi tercatat ganda karena pencatatan bidang tanah pada lokasi SIPPT itu belum seluruhnya didukung Berita Acara Serah Terima (BAST) dari pengembang.
Kedua, BPK mendapati Pemprov DKI belum menerima pendapatan dari sewa lahan oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Bank DKI, dan pihak ketiga lainnya.
Ketiga, BPK menemukan adanya potensi pendapatan atas pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD) yang belum didukung perjanjian kerja sama.
Keempat, BPK menemukan kekurangan volume atas pelaksanaan beberapa paket pekerjaan dan keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang belum dikenakan denda.
Kelima, BPK menemukan kalau Pemprov DKI belum memiliki mekanisme pencatatan atas penerimaan hibah langsung dari pemerintah pusat.
Keenam, BPK menemukan penyaluran bantuan sosial oleh Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan kepada beberapa penerima tidak memenuhi kriteria.
Dalam rapat dengan pendapat dengan Komisi A DPRD DKI Jakarta, Selasa (30/7/2024), pihak Inspektorat DKI membeberkan kalau terkait penanganan fasos/fasum, Pemprov DKI mendapat peringkat pertama dari KPK.
"Karena tahun 2023, kita berhasil menagih Rp23,7 triliun, kemudian di triwulan 1-2024, kita juga berhasil.menagih Rp5,6 triliun, dan hari ini tadi baru saja ada penyerahan Rp4,3 triliun," katanya
Inspektorat menegaskan bahwa pihaknya akan terus bersinergi dengan berbagai stakeholder untuk melakukan penagihan, termasuk penagihan terhadap pemegang SPPT.
Penjelasan Inspektorat ini sempat membuat Inggard keheranan.
"Kan baru tanggal 25 kemarin jadi temuan BPK, kok sekarang (Selasa, 30/7/2024) sudah tertagih sebesar itu?" kata Inggard kepada media sesuai rapat. (rhm)