Jakarta, Harian Umum - Tokoh Jawa Barat Dindin S Maolani dan mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana (Purn) TNI Slamet Soebijanto meminta para tokoh oposisi bersatu jika memang ingin sukses membawa mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi ke jalur hukum dan Gibran Rakabuming Raka yang diduga sebagai pemilik akun Kaskus Fufufafa, dimakzulkan dari jabatan wakil presiden.
Hal itu disampaikan dalam acara Silat Bang (Silaturahmi Tokoh Bangsa): Adili Jokowi & Makzulkan Fufufafa yang diselenggarakan Forum Nasional untuk Daulat Rakyat (FNDR) di White House, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2024).
Acara ini dihadiri puluhan tokoh nasional, aktivis, emak-emak militan dari Aliansi Rakyat Menggugat (MA), dan lain-lain.
'Ada yang perlu dievaluasi untuk dapat mengadili Jokowi dan memakzulkan Fufufafa, karena upaya ini sudah dilakukan selama berbulan-bulan, tetapi belum berhasil,' kata Dindin.
Ia mengakui kalau kerusakan yang dibuat Jokowi (selama menjadi presiden pada Oktober 2014 - Oktober 2024) luar biasa, baik di bidang politik, hukum, ekonomi dan bidang lain.
"Tapi sehebat apapun perjauangan, tapi kalau kita dalam kelompok-kelompok, klaster-klaster, sulit menghadapinya. Juga untuk memakzulkan Fufufafa," katanya.
Ia menyarankan para tokoh berhimpun dalam satu forum , Kaukasus atau lainnya.
"Kita siap memayungi perjuangan. Kita lawan Rezim Zalim, insya Allah berhasil," kata tokoh berlatar belakang advokat ini.
Hal senada dikatakan Laksamama (Purn) TNI Slamet Soebijanto.
"Kita tidak bisa melakukan itu (mengadili Jokowi dan.memakzulkan Fufufafa, red) kalau tidak bersatu, harus satu tujuan untuk menyelamatkan bangsa, semua harus sepakat menyelamatkan bangsa dan negara," katanya.
Ia menyarankan agar masing-masing klaster di mana para tokoh berada di dalamnya, harus mulai menyiapkan, menggalang dan menjahit kekuatan untuk sama-sama jika memang harus membuat gerakan seperti pada tahun 1998.
"Karena (gerakan-gerakan) yang ada saat ini tidak bisa kita harapkan untuk dapat merobohkan kekuasaan ini. Berkali-kali deklarasi, tapi tidak ada hasilnya.
"Mari galang kekuatan, dukung FNDR, satukan hati untuk menyelamatkan bangsa dan negara. Kita ikrar bersama," tegasnya.
Untuk diketahui, tokoh-tokoh yang kini berada dalam FNDR, yang berjumlah 130 tokoh, berasal dari berbagai organisasi gerakan, seperti Forum Penegak Kedaulatan Rakyat (FPKR), Petisi 100, G-45, Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) dan lain-lain. Target pergerakan mereka semula adalah makzulkan atau lengserkan Presiden Jokowi, akan tetapi Jokowi bisa mulus menyelesaikan masa jabatannya hingga 20 Oktober 2024. Meski sebenarnya banyak peluang untuk hal itu, antara lain terkait ijazah Jokowi yang diduga palsu.
Ketika Pemerintahan Jokowi mengintervensi MK, sehingga Gibran Rakabuming Raka dapat menjadi Cawapres dan terjadi dugaan pencurangan Pilpres 2024 yang diduga melibatkan Jokowi untuk memenangkan Gibran yang dipasangkan dengan Prabowo Subianto, mereka juga bergerak untuk meminta DPR menggunakan hak angket, akan tetapi DPR cuek.
Dari apa yang diungkap para tokoh dalam acara FNDR, terungkap pula kalau kegagalan itu juga terjadi akibat aparat penegak hukum dan DPR yang tak mau dan tak berani memproses Jokowi. Bahkan saat ijazah Jokowi digugat ke PN Jaksel, pengadilan itu membuat putusan aneh, yakni tak berwenang menangani gugatan tersebut. Padahal, Jokowi yang saat itu masih presiden juga berkantor di Istana Negara dan Istana Presiden yang berada di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat.
Sejumlah tokoh dan akademisi, seperti CEO Nusantara Centre Prof. Yudhie Haryono mengatakan, Jokowi hanya bisa dilengserkan dengan people power atau revolusi, akan tetapi hingga masa jabatan Jokowi selesai, hal itu juga tak terjadi.
Berikut di antara 130 lebih tokoh nasional lintas profesi, lintas daerah dan lintas aspirasi yang bergabung dalam FNDR: Jenderal Gatot Nurmantiyo, Jenderal Fachrul Rozi, Jenderal Tyasno Sudarto, Laksamana Slamet Soebijanto, Prof. Ikrar Nusa Bhakti, Prof. Sri-Edi Swasono, Dr. Marwan Batubara, KH Athian Ali, Chusnul Mar’iyah Ph.D, Dr. Anthony Budiawan, Prof. Rohmat Wahab, Prof. Hafidz Abbas, Letjen Suharto, Prof. Denny Indrayana, Dr. Refly Harun, Mayjen Soenarko, Dr. M. Said Didu, Dindin S. Maolani, Dr. Abraham Samad, KH Muhyiddin Junaedi, KH Syukri Fadholi, Dr. Paulus Yanuar, KH Sobri Lubis, Dr. Ichsanuddin Noorsy, Dr. Bivitri Susanti, Prof. Musni Umar, Dr. Roy Suryo, Syafril Sjofyan, Rizal Fadillah, M. Dr. Petrus Selestinus, HM. Mursalin, Dr. Saut Situmorang, Dr. Abdullah Hehamahua, Sayuti Asyathri, Habib Muchsin AlAttas, Prof. Dr. Ana Rochana, KH Andri Kurniawan, Munarwan, Dr. Memet Hakim, Dr. Tifauzia T., Adhie Massardi, Brigjen H. Poernomo, Edy Mulyadi, Hersubeno Arief, Mudrick Sangidu, Dr. Ahmad Yani, Kelana Budi Mulya, Ida Kusdianti, KurniaTri Rayani SH, Rahma Sarita, Dr. Erick Sitompul, Tito Rusbandi, Paskah Irianto, Damai Hari Lubis, Ubeidillah Badrun, M. Hatta Taliwang, Gus Aam Wahab, Ahmad Sarbini, Dr. Ridho Rahmadi, Dr. Robi Nurhadi, Dr. Agung Sapta Hadi, Meidi Juniarto, Donny Handricahyono, Ust. Asep Staripudin, Dr. M. Taufiq SH, Asyari Usman, Dr. Ramadhan Pohan, Akhmad Khozinuddin, Kol. Sugeng Waras, Sutoyo Abadi, Syamsir Jalil, Djudju Purwanto, Gde Siriana, Andi Syahrandi, Radar Tri Baskoro, Saeful Zaman, Aziz Yanuar, H. Ekajaya, Kanjeng Senopati, Menuk Wulandari, Dr Eva S. Diana Chaniago, Yusuf Blegur, Taufik Bahauddin, Beathor Suryadi, Habil Marati, Karina Joedo, Yasmin, Renny S. Affan, Ana Sofiana, Luciana Mulya, Umi Siti Marifah, Noor Alam, Yuritska Rizki Marsi, Julia W. Satari, Azzam Khan SH, dll. (rhm)