Jakarta, Harian Umum - Komnas HAM menuding Polri telah melakukan pelanggaran HAM perempuan dan anak saat menangkapi sejumlah aktivis yang dituduh melakukan makar pada 12 Desember 2016 silam.
"Ada hak-hak anak yang dilanggar saat Polri menangkap (musisi) Ahmad Dhani, karena saat itu Dhani ditangkap dan diborgol di depan anaknya, sehingga si anak ketakutan dan menjadi trauma," kata komisioner Komnas HAM Siane Indriani saat menerima kunjungan Presidium Alumni 212, ACTA dan Bang Japar di kantornya, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Jumat (16/6/2017).
Pelanggaran yang sama, kata Siane, juga terjadi ketika Polri menggeledah rumah Adnin Armas, ketua Yayasan Keadilan untuk Semua, yang yayasannya dituduh melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) karena membiayai Aksi Bela Islam yang dimotori Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) MUI.
Pasalnya, penggeledahan yang berlangsung hingga pagi itu terjadi di depan anak bungsu Adnin. Bahkan sebelum digeledah, rumah yang berada di kawasan Depok, Jawa Barat itu digedor-gedor.
"Tindakan Polri yang berlebihan juga terjadi ketika akan menangkap Ibu Rachmawati Soekarnoputri. Bayangkan, putri salah seorang proklomator kita itu rumahnya diserbu oleh 200 polisi pada pukul 04.00 WIB. Bahkan meski saat itu Ibu Rachmawati sedang sakit karena tekanan darahnya turun naik, dia tetap dibawa ke Polda dengan kursi roda," imbuh Siane.
Komisioner Komnas HAM yang lain, Manager Nasution, menambahkan bahwa ketika 200 polisi itu mendatangi rumah Rachmawati, di antara mereka ada yang berbaju koko.
"Ini jelas mengandung unsur pelecehan," katanya.
Komnas menilai tuduhan makar yang diarahkan Polri kepada Rachmawati dan tersangka lain adalah mengada-ada dan menguatkan indikasi adanya kriminalisasi dan abuse of power yang dilakukan polisi.
Pasalnya, orang-orang yang ditangkap pada saat yang bersamaan dengan digelarnya Aksi Bela Islam pada 12 Desember 2016 itu, atau yang dikenal dengan istilah Aksi 212, hanya ingin ke MPR untuk menuntut digelarnya sidang istimewa dan meminta agar negara ini kembali menggunakan UUD 1945 yang asli, yang belum diamandemen.
"Dan itu konstitusional, bukan makar," tegas Siane.
Komnas berharap Polri menghentikan apa yang dilakukannya ini, karena seperti dikatakan Komisioner Komnas HAM Ansori, kriminalisasi yang dilakukan Polri terhadap aktivis, juga ulama, akan memicu konflik horisontal yang dapat merugikan bangsa dan negara ini. (rhm)