Jakarta, Harian Umum - DPR dinilai telah mengabaikan partisipasi publik dalam pembentukan tiga undang-undang yang disahkan pada sidang paripurna Kamis (19/9/2024).
Ketiganya adalah UU Keimigrasian, UU Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), dan UU Kementerian Negara
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona, partisipasi publik yang diklaim telah dilakukan oleh setiap fraksi bukanlah prosedur yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2022, sehingga tidak bisa dianggap sebagai partisipasi publik dalam perumusan hingga pengesahan UU tersebut.
"Saya menilai DPR memang sengaja mengabaikan partisipasi publik dalam proses pembentukan undang-undang," kata Yance seperti dilansir Kompas.com, Minggu (22/9/2024).
Padahal, lanjut dia, dalam Pasal 96 ayat (9) UU tersebut, DPR, DPD, dan presiden diberikan perintah untuk memuat aturan lebih lanjut di lembaga masing-masing mengenai prosedur partisipasi publik dalam proses legislasi, akan tetapi DPR sengaja tidak mengubah peraturan tentang tata tertib DPR yang selama ini dijadikan pedoman dalam pembentukan UU karena.DPR masih berpegang pada Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, dan sengaja tidak melakukan perubahan untuk mendetailkan proses partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang.
Seharusnya, tegas Yance, peraturan DPR ini sudah diubah untuk menjalankan Pasal 96 ayat (9) UU 13 Tahun 2022.
"Sengaja tidak mengatur lebih detail serta mengabaikan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang adalah praktik legisme otokratis (autocratic legalisme). Dalam hal ini, DPR sengaja tidak membuat aturan pelaksana untuk mendetailkan proses partisipasi publik agar partisipasi publik bisa diabaikan," katanya.
Tegas Yance mengatakan, praktik seperti ini seharusnya tidak bisa dibiarkan, karena pembentukan UU yang mengabaikan partisipasi publik bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945).
Oleh karena itu, ia menilai, masyarakat perlu didorong untuk melakukan pengujian formil kepada Mahkamah Konstitusi terhadap Perubahan UU Kementerian, UU Wantimpres dan UU Keimigrasian.
"Kita berharap MK bisa memberikan koreksi terhadap legislasi yang dibuat secara ugal-ugalan ini (abusive legislation) agar rakyat yang memiliki kedaulatan di Republik ini tidak dikhianati dalam proses legislasi yang dilakukan oleh para wakilnya di DPR," tegas Yance lagi. (rhm)