Jakarta, Harian Umum - Anggota DPD RI dari daerah pemilihan (Dapil) DKI Jakarta, Dailami Firdaus, mengkritik Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang saat ini tengah dibahas DPR.
Pasalnya, RUU itu dinilai tidak mengakomodir aspirasi masyarakat Jakarta dan berpotensi memicu kemunduran demokrasi di provinsi beretnis asli Betawi itu.
"Dalam Draft Rancangan Undang Undang Daerah Khusus Jakarta yang sekarang dibahas di DPR, saya melihat sangat terlihat tidak mengakomodir aspirasi dari masyarakat Jakarta, sehingga akan mengakibatkan kemunduran demokrasi dan mengeyampingkan hak memilih masyarakat Jakarta," kata Dailami melalui siaran tertulis, Rabu (6/12/2023).
Ia menyebut, kemunduran demokrasi itu akan terjadi karena pasal 10 Bab IV ayat (2) RUU DKJ mengatur bahwa jabatan gubernur dan wakil gubernur ditetapkan oleh Presiden RI, sehingga dengan demikian praktis Pilkada Jakarta dihilangkan.
"Penunjukkan gubernur itu justru akan menghilangkan kekhususan Jakarta, karena dalam proses pemilihan kepala daerah, Jakarta memiliki kekhususan, yaitu harus 50% plus 1," katanya.
Dailami menilai, pasal 10 ayat (2) RUU DKJ itu bertentangan dengan pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang mengatur bahwa gubernur, bupati, walikot dipilih secara demokratis.
"Apabila ini disepakati (DPR), maka legitimasi gubernur dan wakil gubernur yang ditunjuk akan lemah, karena masyarakat Indonesia, bukan hanya Jakarta, sudah terbiasa dengan sistem pemilihan langsung," imbuhnya.
Tokoh Betawi ini menjelaskan, dengan masyarakat yang majemuk dan beraneka ragam, selama ini Jakarta menjadi contoh sebagai Kota Demokrasi melalui sistem Pilkada.
"Apakah ada jaminan dengan penunjukan langsung (oleh Presiden), maka kepala daerah akan lebih berintegritas dibanding yang dipilih melalui proses Pilkada langsung atau sama saja? Sekali lagi saya tegaskan, pasti menurut saya dengan hadirnya penunjukan langsung kepala daerah oleh presiden, maka ini bentuk kemunduran dari demokrasi dan justru menghilangkan kekhususan Jakarta itu sendiri," tegas Dailami.
Dailami juga mengkritisi tidak adanya klausul mengenai Lembaga Adat dalam RUU DKJ. Padahal, pasal 18B ayat (2) UUD 1945 Pasal 18B ayat 2 mengamanatkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat serta hak hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang undang.
"Artinya, draft RUU DKJ sangat terlihat tidak mengakomodir aspirasi masyarakat Jakarta, sehingga akan mengakibatkan kemunduran demokrasi dan mengeyampingkan hak memilih masyarakat Jakarta," kata Dailami lagi.
Sebagai anggota DPD RI dan Putra Berawi, Dailami meminta DPR dan pemerintah tetap menetapkan bahwa gubernur Jakarta dipilih melalui Pilkada, dan mengakomodir serta mengakui keberadaan Lembaga Adat Masyarakat Betawi secara utuh dan penuh sesuai dengan undang undang dan peraturan yang berlaku. (rhm)