Jakarta, Harian Umum - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (8/10/2024), menggelar sidang perdana perkara nomor 661/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst.
Perkara ini dimohonkan oleh 7 tokoh nasional yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Anti Kebohongan (TAMAK),, dengan termohon Joko Widodo alias Jokowi, pria yang saat ini sedang menjabat sebagai presiden RI.
Ketujuh tokoh tersebut adalah Habib Rizieq Shihab, Mayjen TNI (Purn) Soenarko Md, Eko Santjojo, Edy Mulyadi, M Mursalim R, Marwan Batubara, dan Munarman.
Yang mereka gugat secara perdata ini adalah enam pernyataan Jokowi yang diduga bohong, yakni:
1. Kebohongan soal komitmen untuk menjabat Gubernur DKI selama 1 periode penuh (5 tahun) dan tidak akan menjadi kutu loncat;
2. Kebohongan mengenai data 6.000 unit pesanan mobil ESEMKA;
3. Kebohongan untuk menolak dan tidak akan melakukan pinjaman luar negeri (asing);
4. Kebohongan akan melakukan swasembada pangan;
5. Kebohongan tidak akan menggunakan APBN untuk pembiayaan sejumlah infrastruktur seperti Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC).
6. Kebohongan mengenai data uang 11.000 triliun yang ada di kantong Jokowi.
Atas perkara ini, Habib Rizieq dkk menuntut Jokowi dengan ganti rugi hingga Rp5.246,75 triliun.
Sidang dimulai sekitar pukul 10:00 dengan majelis hakim dipimpin Suparman Nyompa, dan hakim anggota Rianto Adam Pontoh serta Eko Aryanto.
Sidang perdana ini beragendakan pemeriksaan legal standing para kuasa hukum.
Dari pihak penggugat diwakili tujuh kuasa hukum yang oleh majelis hakim diterima legalstandingnya, akan tetapi dari pihak tergugat (Jokowi) yang berjumlah dua orang, ditolak karena yang diserahkan kepada majelis hakim bukan surat kuasa, melainkan surat tugas dari Kementerian Sekretaris Negara (Kemensesneg).
Kuasa hukum penggugat pun menolaknya
"Kami menggugat atas nama pribadi Pak Jokowi, bukan atas nama presiden. Jadi, seharusnya yang dibawa surat kuasa dari tergugat, bukan surat tugas," kata salah seorang dari mereka.
Ketua Majelis Hakim Suparman pun mengatakan bahwa surat yang dibawa dari pihak tergugat bermasalah, karena seharusnya surat kuasa yang dibawa, bukan surat tugas.
"Kami datang ke sidang ini karena surat gugatan masuknya ke Kemensesneg. Jadi, kami ditugaskan," kata salah seorang dari pihak Jokowi.
Majelis hakim pun memutuskan untuk menunda sidang hingga dua pekan ke depan (22/10/2024), dan diharapkan saat itu yang hadir membawa surat kuasa, bukan surat tugas.
Apa yang terjadi ini sebenarnya pengulangan dari ketika Jokowi digugat karena ijazahnya diduga palsu. Kala itupun yang hadir di persidangan membawa surat tugas, sehingga sidang berkali-kali ditunda.
Endingnya, majelis hakim PN Jakpus melalui putusan sela menyatakan tidak berwenang menangani gugatan tersebut (rhm)