DITJEN PPI KEMENKOMINFO harus mencabut Surat Edaran yang dibuatnya, sementara Kemenag Bimas Katolik di samping mencabut Surat kepada Kemenkominfo juga harus minta maaf khususnya kepada umat Islam.
-----------------------------
Oleh: M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Keagamaan
Kemenag Dirjen Bimas Katolik No 96/DJ.V/BA.03/9/2024 tanggal 1 September 2024 menyurati Kemenkominfo tentang misa dipimpin Paus Fransiscus. Surat ini menjadi alasan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Kemenkominfo untuk menyurati media visual agar mengganti azan magrib dari lantunan menjadi running text. Bimas Katolik yang ikut mengatur-atur syari'at umat Islam dinilai over dosis dan merusak kerukunan.
Paus Fransiscus yang disambut baik oleh umat Islam, termasuk Ormas-Ormas Islam, dikotori oleh Kemenkominfo dan Kemenag Bismas Katolik. Menyinggung azan yang biasa dikumandangkan dan mengganti dengan running text telah membuat marah umat Islam; Apa-apaan lu ikut ngatur azan umat Islam?
Seharusnya umat Katolik tidak menyiarkan tanpa henti acara misa tersebut. Hormati umat Islam.
Sejarah Perang Salib jangan diungkit dan dibangkitkan kembali. Umat Islam pernah terluka berat dengan peristiwa pemurtadan dan pembantaian kaum Kristiani di Spanyol. Apa misi memaksakan kedatangan Paus ke Indonesia? Bagian dari perayaan prosetilisasi? Lalu unjuk massa di Stadion Senayan dengan meminggirkan atribut bahkan syari'at Islam ?
Jika bukan misi konstruktif seperti dukungan perdamaian Palestina, maka Paus tak berguna datang khususnya bagi umat Islam. Lakukan misa di gereja saja buat umat Kristiani, bukan di Stadion apalagi disiarkan secara masif dan demonstratif. Azan umat Islam pun diganggu dan dimasalahkan.
Ditjen PPI Kemenkominfo harus mencabut Surat Edaran yang dibuatnya, sementara Kemenag Bimas Katolik di samping mencabut Surat kepada Kemenkominfo juga harus minta maaf khususnya kepada umat Islam. Jika tidak, umat Islam wajar jika bertindak sesuai dengan hak yang dimiliki sebagai warga negara dan kewajiban keagamaan dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar.
Apabila keadaan ini tetap dibiarkan, maka umat Islam Indonesia berhak untuk menilai dan memberi predikat atas negara di bawah Pemerintah Jokowi sebagai Negara Sekuler, Negara Islamophobia dan Negara Kafir. Negara Sekuler karena menjadikan agama hanya sebagai urusan personal yang demi kepentingan politik, maka agama dapat dipinggirkan atau dikesampingkan.
Negara Islamophobia dimana negara atau pemerintahan Jokowi memang tidak suka pada Islam. Islam dipakai topeng tapi ingin agar Islam tercabik-cabik seperti pakaian rombeng. Umat yang lemah, pembebek dan penjilat serta pencium tangan Paus. Islam radikal, politik identitas, fundamentalis, intoleran adalah sebutan khas rezim Islamophobia.
Negara Kafir merupakan predikat dalam dimensi akidah dan spiritual. Negara yang oleh Pemerintah dibawa ke arah pembangunan yang semata profan, pragmatis, nir-moral, mistik dan materialistik. Menciptakan berhala-berhala dengan menafikan ketauhidan. Negara yang menjadi pengikut thogut dan meminggirkan nilai Ilahiah serta syari'at.
Kedatangan Paus dapat memberi manfaat dan dapat pula membawa mudharat. Jika manfaat patut diapresiasi, tetapi jika mudharat maka umat Islam siap untuk memerangi.
Bandung, 4 Septembber 2024